Simak Kronologi Asli Penyebab Kematian Bima dan Ayu Kisah Nyata KKN di Desa Penari Versi Widya Lengkap

17 Mei 2022, 22:05 WIB
Kronologi asli penyebab kematian Bima dan Ayu dalam kisah nyata KKN di Desa Penari versi Widya lengkap /tangkapan layar IG @kknmovie/

UTARA TIMES – Simak kronologi asli penyebab kematian Bima dan Ayu dalam kisah nyata KKN di Desa Penari versi Widya lengkap.

Diketahui kronologi asli penyebab kematian Bima dan Ayu telah diulas secara lengkap dalam thread Twitter SimpleMan yang merupakan kisah nyata KKN di Desa Penari.

Dalam hal ini kronologi asli penyebab kematian Bima dan Ayu dalam kisah nyata KKN di Desa Penari yang ditulis SimpleMan ialah kejadian pada 2009 lalu.

Selain itu kronologi asli penyebab kematian Bima dan Ayu dalam kisah nyata KKN di Desa Penari juga telah viral melalui akun Twitter SimpleMan pada 2019.

Baca Juga: Begini Kronologi Lengkap Bima dan Ayu Asli Meninggal dalam Cerita Nyata KKN di Desa Penari 2009

Meski demikian, jejak digital yang menjelaskan kronologi asli penyebab kematian Bima dan Ayu masih bisa ditemukan di Twitter.

Sebelum pada link baca thread Twitter, inilah kronologi asli penyebab kematian Bima dan Ayu dalam kisah nyata KKN di Desa Penari yang ditulis SimpleMan.

Kisah Nyata KKN di Desa Penari 2009

Thread Twitter SimpleMan pada 2019

Versi Widya

Bagian Akhir

Namun, yang Widya temui, adalah ujung Tipak talas, yaitu, sebuah tumbuhan yang di tanam tepat di jalan setapak.

Tumbuhan itu, adalah tumbuhan beluntas. Tumbuhanya kecil tapi rimbun samping kiri kanan. Sudah gak bisa dilewati, kecuali bila membawa parang, dan tentu saja butuh waktu yang lama untuk membabat semak belukar.

Namun, wangi tumbuhan beluntas seharusnya langu. Namun yang ini, wanginya seperti aroma melati.

Seperti tidak sadar, Widya sudah mengunyah daun itu, dan terus mengunyah. Widya baru sadar saat tenggorokanya tersayat batang beluntas yang tajam. Dan di balik tumbuhan itu, Widya melihat jalan menurun, pantas saja, ia hanya bisa melihat ujung jalan setapak berhenti di sini.

Baca Juga: Kronologi Nyata Penyebab Kematian Bima dan Ayu dalam Cerita Asli KKN di Desa Penari 2009 Ternyata Begini!

Jadi, jalan menurunnya ditutup oleh banyak sekali tumbuhan beluntas, saat Widya menuruninya, ia sampai harus berdarah-darah meraih tanaman beluntas yang dililit tali puteri.

Di bawahnya, dia melihat sanggar yang diceritakan Ayu dulu, dan sanggarnya benar-benar berantakan.

Ada 4 pilar kayu jati yang di pangkas segi 4, memanjang ke atas dengan atap mengerucut. Dari jauh terlihat seperti bangunan balai desa, namun lebih besar dengan lantai panggung.

Di sana, suara gamelan terdengar jelas sekali, seperti sumber suara gamelan itu ada di bangunan ini.

Saat Widya mendekatinya, meski ragu, ia merasa kehadirannya tidak sendirian. Ramai, seperti tempat ini penuh sesak. Namun, tidak ada siapapun di sana, hanya dia sendiri, yang berjalan mendekati.

Tepat ketika Widya menginjak anak tangga pertama, suara gamelan, berhenti, sunyi senyap hening sekali.

Keheningan itu benar-benar menganggu Widya, kehadirannya seperti tidak di terima disini.

Namun Widya memaksa untuk tetap melihat. Dan saat itu, Widya mendengar seseorang menangis, suaranya familiar, seperti suara orang yang ia kenal, Ayu.

Widya baru mengingat sesuatu yang paling ganjil selama KKN di sini, Ayu.

Baca Juga: Link Baca Kronologi Lengkap dan Asli Kisah Nyata KKN di Desa Penari yang Menewaskan Dua Orang

Ayu tidak pernah sekalipun cerita apapun tentang desa ini, sesuatu yang ganjil yang mengangggunya. Sebaliknya, Ayu menentang semua yang tidak masuk akal di desa ini.

Namun di malam ketika mereka berdebat mendengar suara gamelan, Ayu pasti berbohong. Ayu sebenarnya juga tahu dan mendengarnya secara langsung, Ayu lebih tahu tentang semua ini, jauh di atas yang lain termasuk, apa yang Bima lakukan selama ini.

Seperti menangkap angin, ada suara tangisannya. Namun tak ada wujud dimanapun Widya mencari. Tetapi, tempat sesunyi dan sesepi itu, masih terasa ramai bagi Widya, seperti ia ditatap dari berbagai sudut.

Widya melihat dari jauh, di bawah sanggar ada sebuah gubuk, berpintu.

Widya mendekatinya, namun enggan membukanya, ia mengelilingi gubuk itu, dari dalam gubuk, terdengar suara Bima diikuti suara perempuan mendesah. Sangat jelas, namun Widya tidak bisa melihat apa yang ada di dalam sana.

Leher Widya perlahan semakin berat, dan berat saat Widya masih bersusah payah mencari cara untuk melihat. Nasib baik, Widya menemukan beberapa celah kecil untuk mengintip. Dari sana Widya menyaksikannya langsung, Bima, sedang berendam di sinden (kolam) di sekitarnya. Ia dikelilingi banyak sekali ular besar.

Melihat itu Widya kaget, dan parahnya, Bima menatap lurus ke tempat Widya mengintip, semua ularnya sama, seperti yang Widya rasakan. Mereka tahu ada tamu tak di undang.

Melihat reaksi seperti itu, Widya berbalik dan lari pergi. Saat lari itulah, suara tabuhan gong diikuti suara kendang, terdengar lagi. Suara gamelan itu, terdengar keras, lengkap dengan suara tertawa yang bersahut-sahutan, dan Widya melihat sanggar kosong itu, dipenuhi semua yang tidak Widya lihat saat tiba di tempat ini.

Dari ujung ke ujung, penuh sesak, banyak sekali yang dilihat Widya, ada yang melotot dari yang wajahnya separoh, sampe yang tidak punya wajah.

Dari yang pendek, sampai yang tingginya setinggi pohon beringin. Mereka memenuhi sanggar dan sekitarnya.

Widya mulai menangis. Suara yang nyaris memenuhi telinga Widya dan hampir membuatnya gila itu tiba-tiba berhenti.

Baca Juga: Siapa yang Meninggal dalam Kisah Nyata KKN di Desa Penari? Ini Kronologi Lengkap Thread Twitter SimpleMan

Widya melihat, di depanya, ada yang sedang menari, tariannya hampir membuat semua yang ada di sana melihatnya.

Di sana, Widya menyadari yang menari itu Ayu.

Matanya Ayu sembab, seperti sudah menangis lama, tapi gelagat ekspresi wajahnya seperti menyuruh Widya lari, lari, tanpa tahu apa yang terjadi. Widya langsung lari, melewati kerumunan yang sedang melihat Ayu menari di sanggar.

Widya memanjat tempat itu, menangis sejadi-jadinya. Sampai di jalan setapak, Widya dengar anjing menggonggong, tidak beberapa lama, anjing hitam keluar dari semak belukar, setelah melihat Widya, anjing itu lari, Widya mengikuti anjing itu.

Widya keluar dari jalan setapak itu, ketika subuh, terlihat dari langit yang kebiruan. Tapi rupanya, Widya salah.

Seorang warga desa kaget bukan main melihat Widya. Dia langsung lari sambil berteriak memanggil warga kampung.

"Widya nang kene, iki Widya wes balik (Widya di sini, anaknya sudah kembali)."

Bingung, hampir semua warga berhamburan memeluk Widya.

"Mrene ndok, mrene, awakmu sing sabar yo, awakmu kudu siap yo ambek berita iki (ke sini nak, ke sini, kamu yang sabar ya, kamu harus siap sama berita yang nanti kamu dengar)."

Seorang ibu, memeluk Widya, di matanya ia seperti menahan nangis, Widya hanya gaguk, diam, tidak mengerti. Si ibu menggandeng Widya, Widya masih diam, seperti orang linglung.

Di jalan ramai warga desa yang mengikuti Widya. Widya mencuri dengar dari mereka yang bicara di belakang.

"Wes di goleki sampe Alas D**** jebule, maghrib kaet ketemu arek iki, aku wes mikir elek. (sudah dicari sampai ujung Hutan **** gak taunya baru ketemu maghrib anak ini, aku sudah mikir buruk)."

Sehari semalam, Widya rupanya sudah menghilang.

Ketika Widya melihat rumah penginapan mereka, Widya melihat banyak sekali orang berkumpul di sana, dan saat mata mereka melihat Widya, semuanya hampir tercengang tidak habis pikir. Seperti melihat hantu lalu, terlihat dari dalam, Pak Prabu keluar, wajahnya mengeras melihat Widya.

Mata Pak Prabu mendelik, melihat Widya.

"Tekan ndi ndok (dari mana kamu nak)?"

Widya tidak menjawab apa yang Pak Prabu tanyakan, si ibu juga menenangkan Pak Prabu agar tenang, sembari menggiring Widya masuk ke rumah, Widya mendengar Nur menjerit, menangis, seperti kesetanan.

Saat Widya masuk dan melihat apa yang terjadi, Widya melihat ruangan itu dipenuhi orang yang duduk bersila. Mereka mengelilingi 2 orang yang terbujur, tubuhnya ditutup selendang, diikat dengan tali putih, menyerupai kafan, Wahyu dan Anto menatap kaget saat Widya masuk.

"Wid, tekan ndi awakmu (dari mana kamu Wid)?" ucap Nur yang langsung memeluk Widya.

"Onok opo iki Nur (ada apa ini Nur)?"

Nur menutup mulutnya, tidak tahu harus memulai dari mana, sampai Wahyu berdiri.

"Ayu Wid, Nur lihat Ayu, tiba-tiba terbujur kaku, matanya tidak bisa ditutup"

Widya mendekati Ayu, di sampingnya ada Bima, ia terus menerus menendang-nendang dalam posisi terikat itu, layaknya seseorang yang terserang epilepsi. Matanya kosong melihat langit-langit, mereka berdua terbaring tidak berdaya, sontak Widya ikut menjerit sebelum ada yg menenangkan.

Dari pawon, mbah Buyut keluar, ia melihat Widya kemudian memanggilnya.

"Sini ndok, Mbah jek tas gawe kopi (sini nak, si mbah baru saja selesai membuat kopi)."

Mbah Buyut, duduk di kursi kayu yang ada di pawon, ia melihat Widya lama, kemudian mengatakannya.

"Koncomu wes kelewatan."

"Pripun mbah (bagaimana mbah)?"

"Yo opo rasane dikerubungi demit sa'alas (bagaimana rasanya dikelilingi makhluk halus satu hutan)?"

Mbah Buyut masih mengaduk kopinya, memandang Widya yang tampak mulai kembali kesadarannya.

"Nyoh, diombe sek (nih, diminum dulu)

Widya menyesap kopi dari mbah Buyut, tiba-tiba rasa pahit yang menohok membuat tenggorokan Widya seperti dicekik, membuat Widya memuntahkannya, begitu banyak muntahan air liur Widya yang keluar. Ia melihat mbah Buyut yang tampak mengangguk, seperti memastikan.

"Koncomu, ngelakoni larangan sing abot, larangan sing gak lumrah gawe menungso opo maneh bangsa demit. (temanmu, melakukan pantangan yang tidak bisa diterima manusia, apalagi bangsa halus)," kata mbah Buyut sembari geleng kepala.

"Paham ndok (paham nak)?"

Widya mengangguk.

Baca Juga: KKN di Desa Penari Extended Kapan Rilis di Bioskop? Berikut Informasi Lengkap Bocoran Jadwal Tayang

"Sinden sing digarap, iku ngunu, sinden kembar, siji nang cidek kali, siji'ne nang enggon sing mok parani wingi bengi. (Sinden yang kamu kerjakan, itu kembar, satu di dekat sungai, satu yang kemarin malam kamu datangi)."

"Eroh opo iku sinden (tahu kegunaan sinden)?"

"Mboten mbah (tidak tahu mbah)."

"Sinden ku, enggon adus'e poro penari sak durunge tampil. Nah, sinden sing cidek kali, gak popo digarap, tapi, sinden sing sijine, ra oleh diparani, opo maneh sampe digawe kelon. (Sinden itu tempat mandinya para penari sebelum tampil. Nah, sinden yang di dekat sungai tidak apa-apa dikerjakan, tapi, sinden yang satunya, tidak boleh didatangi, apalagi dipakai kawin)."

"Widya ngerti, sopo sing gok sinden iku (Widya tahu siapa yang ada di sinden itu)?"

Widya diam lama, sebelum mengatakannya.

"Ular mbah."

"Nggih, betul."

"Sing mok delok iku, ulo-anak'e Bima karo... (yang kamu lihat itu adalah anaknya Bima sama...)

"Ular itu mbah."

Mbah buyut mengangguk

"Iku ngunu, mbah sing kecolongan, Widya mek di dadekno awu awu, ben si mbah ngawasi Widya, tapi mbah salah, koncomu iku sing ket awal wes diincer karo... (itu, mbah yang kecolongan, Widya cuma dijadikan pengalih perhatian, biar si mbah ngawasi kamu, tapi mbah salah, dari awal yang diincar sama...)

Mbah Buyut diam lama, seperti tidak mau menyebut nama makhluk itu.

"Ngantos, yo nopo mbah, Ayu kale bima saget mbalik (lalu bagaimana mbah, apa Ayu sama Bima bisa kembali)?"

"Isok isok," kata mbah Buyut, "sampe balak'e diangkat."

"Balak'e diangkat mbah (bencananya diangkat)?" tanya Widya, bingung.

"Bima ambek Ayu wes kelewatan, sak iki, kudu nanggung opo sing dilakoni (Bima sama Ayu sudah kelewatan, sekarang, dia harus menanggung apa yang dia perbuat)."

"Ayu sak iki, kudu nari, keliling alas iki (Ayu sekarang harus menari mengelilingi hutan ini)."

"Sak angkule nari, sadalan-sadalan (tampil, menari, di setiap jengkal tanah ini)."

"Bima mbah?"

"Bima, yo kudu ngawini sing nduwe sinden (Bima ya harus mengawini yang punya sinden)

"Badarawuhi mbah."

Mbah Buyut kaget.

"Oh ngunu (oh begitu) wes eroh jeneng'e (sudah tahu namanya)."

"Badarawuhi, iku salah sijine sing jogo wilayah iki, tugas Badarawuhi iku nari, dadi bangsa lelembut iku yo seneng ndelok Badarawuhi iki nari, nah, sak iki, Ayu kudu nanggung tugas Badarawuhi nari. (Badarawuhi itu salah satunya yang jaga di wilayah ini, tugasnya ya menari, jadi bangsa lelembut suka melihat tarian dari Badarawuhi, sekarang, Ayu harus menggantikannya)

"Bima, kudu ngawini Badarawuhi, anak'e iku wujud'e ulo, sekali ngelahirno, isok lahir ewonan ulo. (Bima harus mengawini Badarawuhi, anaknya itu berwujud ular, sekali melahirkan, bisa lahir ribuan ular)

"Salah kancamu, wes ngelakoni hal gendeng nang kunu, dadi kudu nanggung akibate. (salah temanmu sendiri, jadi sekarang mereka harus tanggung jawab)

"Badarawuhi iku ngunu ratune ulo, bangsa lelembut sing titisan aji sapto, balak'e ra isok ditolak opo maneh di mendalno, mene isuk, tak coba'e ngomong apik-apik'an, wedihku, koncomu ra isok balek orep-orep. (Badarawuhi itu ratunya ular, bangsa lelembut yang sudah tak terbendung, kutukannya, gak bisa ditolak apalagi sampai dibuang, besok pagi, biar tak coba ngomong baik-baik, takutnya, temanmu tidak bisa kembali hidup-hidup)."

Mbah buyut pergi, Nur, Wahyu dan Anton melihat Widya sendirian di pawon, duduk, sembari termenung.

"Goblok!! Bima karo Ayu asu!! Kakean ngent*t!!" (bodoh!! Bima sama Ayu itu Anj*ng!! kebanyakan ngent*t)

Kalimat itu, yang mereka semua pikirkan malam itu.

Meski yang diucapkan Wahyu itu kasar, namun tidak ada yang keberatan dengan semua itu, terlebih, masalah ini sudah sampai ke pihak kampus, bahkan ke keluarga Bima dan Ayu.

Pak Prabu menceritakan bahwa kronologi kejadian ini sudah tidak bisa mereka bendung. KKN yang menjadi tanggung jawab beliau, harus sampai, ke semua orang yang terlibat, meski awalnya Nur mencoba memohon agar masalah ini jangan sampai keluar dulu.

Namun, hilangnya Widya, membuat Pak Prabu akhirnya menyerah dan memilih melaporkannya.

Lalu apa yang terjadi sama Ayu dan Bima?

Pagi itu, serombongan mobil datang, mereka adalah keluarga sekaligus panitia KKN yang sudah mendengar semua ceritanya dari Pak Prabu.

Ayu masih terbaring, matanya melotot, namun tubuhnya masih seperti orang lumpuh.

Bima, masih kejang-kejang.

Well ada yang mau lihat foto mereka?

maaf maaf, Aib!!

Soal mobil, gw gak paham. intinya mereka di jemput paksa, KKN mereka di coret, gw bakal lanjutin akhir ceritanya saja ya, sama yang bersangkutan. Di selesaiin saja malam ini, biar gw bisa fokus kerja lagi. tapi serius pengen lihat foto mereka?

Gw cuma moto dari hape, karena fotonya di cetak di art paper, dan gw cuma bisa bilang, Bima sama Ayu, cantik dan ganteng memang. Karena itu gw berani gambarin fisiknya si Bima.

Gw lanjut ya

Baca Juga: Foto Orang Asli KKN di Desa Penari Diduga Tersebar di Media Sosial, Benarkah Adinda Thomas Foto Bareng Nur?

Sebenarnya, proses penjemputan gak semudah yang bakal gw tulis, karena pihak keluarga Bima maupun Ayu, marah besar, mereka tidak terima anaknya di bikin seperti ini.

Bahkan pihak kampus juga kena, karena kasusnya benar-benar hampir di bawa ke media nasional.

Widya, Nur sampai harus mohon agar Ayu dan Bima dibiarkan tetap tinggal di sini, yang konon kata Mbah Buyut bisa saja balaknya diambil sewaktu-waktu. Namun, dari pihak keluarga Ayu dan Bima, tidak mau lagi, mereka tetap membawa Ayu dan Bima, hasilnya?

Ayu hanya bisa tidur dengan mata terbuka terus menerus, Widya pernah di ceritain oleh ibunya, bahwa kadang, ia melihat mata Ayu meneteskan air mata.

Tapi, setiap ditanya, dia hanya diam, tak menjawab, Ayu akhirnya meninggal setelah 3 bulan di rawat.

Abangnya, merasa bersalah sampai hampir mau mengamuk di desa itu. Namun, Pak Prabu pun sama, seharusnya sejak awal, saat Ayu memohon di ijinkan KKN di sana, ia tegas menolak.

Alasannya, memang tempat itu tidak baik untuk ditinggali mereka yang masih bau kencur.

Bima??

Bagaimana?? Meninggal juga. Malam sebelum dia meninggal, Bima teriak minta tolong, tapi ketika ditanya, kenapa dan minta tolong apa?

Bima berteriak ular, ular, ular, ia meninggal lebih dulu dari Ayu, tubuhnya di kebumikan, orang tuanya awalnya masih mau memperpanjang masalah ini sama pihak kampus, tapi akhirnya dicabut, dengan catatan, KKN tidak lagi di adakan di timur Jawa lagi.

Sejak saat itu, kampus ini hanya memperbolehkan KKN ke arah barat, tidak lagi timur, apalagi desa yang jauh.

Ada hal yang bikin gw radak susah gambarin adalah narasumber "Widya" disamarkan, setiap beliau bercerita, beliau hanya menceritakan intinya, dan gw harus ngatur ulang ceritanya agar nyambung.

Terlepas dari itu, gw inget, tiap dia cerita, tangannya gugup, seperti tidak mau mengulang peristiwa itu. apapun itu, gw berharap cerita ini mengandung hikmah bagi kalian yang membacanya.

Untuk peserta KKN nya pun sebenarnya bukan 6 orang, tapi 14 orang, gw perpendek untuk mempersingkat cerita beliau yang saling berkaitan satu sama lain.

Adapun kronologi asli penyebab kematian Bima dan Ayu dalam thread Twitter SimpleMan yang berjudul KKN di Desa Penari versi Widya lengkap bisa dibaca DI SINI.

Begitulah uraian tentang kronologi asli penyebab kematian Bima dan Ayu dalam kisah nyata KKN di Desa Penari versi Widya lengkap.***

Editor: Septia Annur Rizkia

Sumber: Twitter

Tags

Terkini

Terpopuler