Beginilah Cara Badarawuhi Menjebak Widya Lewat Kepolosan Bima dan Ayu dalam Cerita KKN di Desa Penari

24 Mei 2022, 17:10 WIB
Beginilah Cara Badarawuhi Menjebak Widya Lewat Kepolosan Bima dan Ayu dalam Cerita KKN di Desa Penari /Tangkapan layar @kknmovie/

UTARA TIMES - Cerita KKN di Desa Penari mengisahkan drama asmara yang diwarnai dengan berbagai kejadian mistis dan horor. Bima naksir pada Widya dan Ayu naksir pada Bima.

Kemudian Bima berusaha untuk mencari cara agar Widya bisa tertarik dengannya. Tanpa disadari, Bima ternyata telah bersekutu dengan Badarawuhi. Ia meminta lelembut itu agar bisa menaklukkan hati Widya kepadanya.

Bima kemudian meminta bantuan kepada Ayu agar menyalurkan beberapa benda titipan Badarawuhi agar sampai kepada tangan Widya. Sementara itu Ayu juga ditipi benda lain oleh Badarawuhi.

Badarawuhi ingin menjebak Widya lewat kepolosan Bima dan Ayu tersebut. Lantas, bagaimana kisah lengkapnya? Simak uraian cerita KKN di Desa Penari berikut ini sebagaimana dikutip dari SimpleMan.

Baca Juga: Terungkap! ini Alasan Kenapa Nur Diteror Banyak Lelembut dalam Cerita KKN di Desa Penari Asli

Mendengar Pertengkaran Bima dan Ayu

Nur mencuri dengar suara seseorang yang tengah berteriak satu sama lain Nur terdiam untuk mendengarkan rupanya, suara itu berasal dari Ayu dan Bima, untuk apa mereka berkelahi.

ada satu kalimat yang paling diingat oleh Nur, adalah, kalimat ketika Bima mengatakan. "nang ndi Kawaturih sing tak kek'no awakmu, aku kan ngongkon awakmu ngekekno nang Widya seh!!! kok arek'e gorong nerimo iku!!" "dimana mahkota putih yang aku serahkan sama kamu aku kan sudah nyuruh kamu memberikanya kepada Widya!! kok dia belum nerima benda itu!!" Nur tidak memahami maksud mahkota putih itu, namun, Nur mengerti, ada sesuatu, diantara mereka.

semenjak kejadian itu. Nur merasa, firasatnya semakin buruk, dimulai dengan suara berbisik dari warga. banyak warga yang mengeluhkan bahwa proker Ayu dan Bima adalah proker yang paling banyak ditentang, namun Nur belum paham alasan kenapa di tentang. sampai Anton memberitahu.

"Bima, kancamu kui, kate gawe rumah bibit, nang nduwor Tapak tilas, yo jelas ditentang, wong enggon iku keramat" (temanmu si Bima, dia mau buat rumah bibit, di jalan tapak tilas, tentu saja banyak yang gak terima, itu tempat di keramatkan) Nur masih belum mengerti maksud Anton.

"tapak tilas, nggon opo iku, kok sampe di larang, kan bagus proker'e gawe kemajuan desa iki" (Tapak tilas itu tempat apa, kok sampai di larang, kan bagus proker mereka untuk kemajuan desa ini) ucap Nur, "yo aku gak eroh, wong, di larang kok" (ya aku mana tau, pokoknya dilarang)

"nang ndi seh, nggon iku, kok aku gak eroh, awakmu isok ngeterno aku gak?" (dimana sih tempatnya, kok aku gak tau, kamu bisa antarkan aku kesana) ucap Nur penasaran "Lha matamu, gendeng'a wong pak Prabu ae mewanti ojok sampe melbu kunu, iku ngunu langsung alas"

(lha, matamu, gila aja, pak Prabu sendiri melarang masuk kesana, itu tempat langsung ke hutan belantara) namun, Nur masih penasaran, sehingga ia tetap bersikeras mau kesana, jadi ia bertanya pada Anton meski dengan mengatakan bahwa ia bertanya untuk menghindari tempat itu.

Anton, setuju. ia memberitahu ancer (letak) tempat itu berada, yang ternyata adalah lereng bukit dengan satu jalan setapak ke atas, di sampingnya, memang adalah perkebunan ubi tempat Bima dan Ayu melaksanakan proker, namun, sore itu, 2 anak itu tidak ada disana. entah kemana.

setelah selesai memberitahu, Anton mengajak Nur pergi dari sana, namun, Nur mengatakan, sore ini ada janji temu dengan pak Prabu, jadi jalan mereka akan berpisah disini. meski awalnya Anton curiga, namun akhirnya ia percaya dan pergi. setelah Anton pergi, Nur menatap tempat itu.

ia menatap lama, gapura kecil, sama seperti yang lain, ada sesajen disana, tidak hanya itu, gapura itu diikat dengan kain merah dan hitam, yang menandakan bahwa tempat itu sangat dilarang, namun, insting rasa penasarannya sudah tidak tertahankan lagi, seperti memanggil.

jalannya menanjak dengan sulur akar dan pohon besar di sana-sini, butuh perjuangan untuk naik, namun anehnya, jalan setapak ini seperti sengaja dibuat untuk satu orang, sehingga jalurnya mudah untuk ditelusuri, menyerupai lorong panjang dengan pemandangan alam terbuka.

Nur menyusuri tempat itu, langit sudah berwarna orange, menandakan hanya tinggal beberapa jam lagi, petang akan datang. meski tidak tahu apa yang Nur lakukan disini, namun perasaannya seolah terus menerus mendesaknya untuk melihat ujung jalan setapak ini, kemana ia membawanya.

angin berhembus kencang, dan tiap hembusanya, membawa Nur semakin jauh masuk ke dalam, ia tidak akan bisa keluar dari jalan setapak karena rimbunya semak belukar dengan duri tajam yang bisa menyayat kulit dan kakinya. namun, ia semakin curiga, semakin masuk, sesuatu ada disana.

Baca Juga: Kronologi Bima dan Ayu Asli Menjadi Tumbal Badarawuhi Hingga Meninggal di Cerita Nyata KKN di Desa Penari

tetapi, ia harus kecewa, ketika di ujung jalan, bukan jalan lain yang ia lihat, namun, semak belukar dengan pohon besar menghadang Nur, di bawahnya di tumbuhi tanaman beluntas yang rimbun, jalan ini, tidak dapat dilewati lagi. lalu, kenapa tempat ini seolah di keramatkan.

apa yang membuat tempat ini begitu keramat bila hanya sebuah jalan satu arah seperti ini. langit sudah mulai petang, Nur bersiap akan kembali, tetapi, langkahnya terhenti saat ia merasa ada hembusan angin dari semak beluntas di depannya, ia pun menyisir semak itu, sampai..

Nur melihat sebuah undakan batu yang disusun miring, ia tidak tahu, rupanya ia berdiri di tepi lereng bukit, meski awalnya ragu, Nur akhirnya melangkah turun, menjajak kaki dari batu ke batu sembari berpegang kuat pada sulur akar di lereng, ia sampai di bawah dengan selamat.

seperti dugaanya, ada tempat tak terjamah di desa ini, manakala Nur melihat dengan jelas, sanggar atau bangunan yang lebih terlihat seperti balai sebuah desa, namun, kenapa tempat ini tidak terawat. Nur berkali-kali melihat langit, hari semakin gelap, namun, ia justru mendekat.

layaknya sebuah tanah lapang dengan bangunan atap yang bergaya balai desa khas atap jawa, Nur mengamati tempat itu setengah bergidik. selain kotor dan tak terurus, tidak ada apapun disini, kecuali, sisi ujung dengan banyak gamelan tua tak tersentuh sama sekali.

butuh waktu lama untuk Nur mengamati tempat ini sampai ia mengambil kesimpulan, tempat ini sengaja ditinggalkan begitu saja, kenapa? ia menyentuh alat musik kendang, mengusapnya, dan semakin yakin, tempat ini sudah sangat lama ditinggalkan.

Upaya Bima Menaklukkan Widya

"Nur, kancamu iku loh kok aneh seh" (Nur, temanmu itu kok aneh sih) tiba-tiba, Anton mengatakan itu "aneh? sopo?" (aneh, siapa?) "sopo maneh, kancamu, Bima" (siapa lagi, temanmu, si Bima) "aneh yo opo?" (aneh bagaimana?)

"aku gelek ndelok cah kui ngomong dewe, ngguya-ngguyu dewe nang kamar, trus, sepurane yo Nur, aku tau ndelok arek' Onani" (aku sering melihat anak itu bicara sendiri, tersenyam-senyum di kamar, bahkan, aku pernah melihatnya, mohon maaf ya Nur, anak itu Onani dalam kamar)

Nur yang mendengar itu tidak bereaksi apapun, hanya berucap"halah, gak mungkin lah" seakan apa yang dikatakan Anton hanya gurauan. "temen? sumpah!!" (serius? beneran!!) "ambek, ojok ngomong sopo-sopo yo, temen yo, tak kandani?" (sama, tapi janji jangan bilang siapa-siapa ya)

"kancamu kui, gelek gowoh muleh sesajen, trus, di deleh nang nisor bayang'e," (temanmu itu, sering membawa pulang sesajen, trus dia menaruh benda itu di bawah ranjang) Nur masih mencoba menahan diri, ia masih tidak bereaksi mendengar Bima dituduh seperti itu oleh Anton.

namun, seketika emosi Nur tak terbendung saat Anton mengatakan itu. "trus, nang ndukur Sesajen iku, onok fotone kancamu, Widya, opo, Bima kate melet Widya yo" (trus, di atas sesajen itu, aku menemukan foto temanmu, Widya, apa, Bima mau pelet si Widya ya)

"awakmu gor di jogo yo lambene, ojok maen fitnah yo" (kamu itu, tolong dijaga mulutnya, jangan main fitnah seperti ini) "nek awakmu gak percoyo, ayok tak jak nang kamare, ben awakmu ndelok, nek aku gak mbujuk" (kamu kalau gak percaya ayo sini ikut, tak tunjukkan kalau aku tidak pernah berbohong) mendengar Anton menantang seperti itu, saat itu juga, Nur mengikuti Anton yang tengah berjalan menuju tempat mereka menginap.

seketika Nur tidak bisa berbicara apa-apa saat melihat itu di depan mata kepalanya sendiri, seperti Nur ingin menghantam kepala Bima saat itu juga. ia tidak pernah tahu, Bima segila ini. teman sepondok pesantrennya jadi seperti ini.

"aku wani ngajak awakmu awan ngene soale aku apa nek ngene iki, Bima nang kebon kaspe ambek Ayu, nggarap proker'e, gak masalah opo-opo, tapi, asline aku wedi yu, ben bengi, aku krungu suoro arek wedok nang kene".

Baca Juga: Kronologi Bima dan Ayu Asli Menjadi Tumbal Badarawuhi Hingga Meninggal di Cerita Nyata KKN di Desa Penari

Selendang Penari

Nur membongkar semua benda-benda itu, namun, tidak ada yang aneh, toh dia sudah mengeluarkan isi tasnya, sebelum Nur sadar masih ada resleting tas yang belum ia buka, tepat ketika Nur membukanya, ia bisa mencium aroma wewangian di dalamnya. sebuah selendang hijau milik penari.

tiba-tiba, tangan Nur seperti gemetar hebat, nafasnya menjadi sangat berat, tempat ia berada seakan-akan menjadi sangat dingin dan, tabuhan kendang di ikuti alunan gamelan berkumandang, Nur tahu, si penari ada disini, apa yang Ayu sebenarnya lakukan apa yang Bima sembunyikan?

tepat saat itu juga, Nur melihat dengan mata kepala sendiri, Widya melangkah masuk ke pawon (dapur) matanya tajam menatap Nur, kaget setengah mati, Nur bertanya pada Widya. "nyapo Wid awakmu nang kene?" (ngapain kamu wid, ada disini?) namun Widya hanya berujar "ojok di terusno"

(jangan diteruskan) Widya duduk di depan Nur, cara Widya berbicara sangat berbeda, mulai dari suara sampai logat cara menyampaikan pesannya, itu khas jawa sekali yang sampai Nur tidak begitu mengerti. yang Nur tangkap hanya kalimat "salah" "nyawa" "tumbal" itu pun tidak jelas

selain itu, setiap dia melihat Nur, ia seperti memberikan ekspresi sungkan, seperti anak muda yang memberi hormat kepada orang tua. kalimat terakhir yang Widya ucapkan sebelum kembali ke kamarnya adalah, "kamu bisa pulang dengan selamat, saya yang jamin" tapi dengan logat jawa.

Nur membereskan semuanya saat itu juga, ia mengembalikan tas Ayu pada tempatnya, sempat ia melihat Widya yang tengah tidur, ia mengurungkan niat untuk membangunkanya, esok, ia harus bertemu dengan Bima, Nur yang paling sadar, tempat ini sudah menolak mereka semua.

sejak insiden itu, Ayu menghindari Nur, terlebih Bima apalagi, meski begitu, tidak ada yang nampak bahwa mereka sedang memiliki urusan, Widya wahyu dan Anton pun, dibuat tidak sadar, bahwa ada permasalahan internal pada kelompok KKN mereka. Nur, bingung, tidak ada yang bisa untuk diajak berbagi, kecuali mbah Buyut, namun, ia tidak tahu dimana beliau tinggal, Nur juga sudah mencoba mengelilingi desa, tak ditemui sosok lelaki tua itu, sehingga akhirnya, Nur berinisiatif menyelesaikan ini sendiri, ia menemui Bima, sore itu, mengajaknya ke tepi sungai.

Baca Juga: Kenapa Widya Tiba-tiba Hilang saat Ayu Sedang Sekarat? Begini Cerita Nyata KKN di Desa Penari SimpleMan

"ceritakno sing gak isok mok ceritakne nang ngarep'e Ayu" (ceritakan yang gak bisa kamu ceritakan di depan Ayu) Bima tampak menimbang apakah dia harus bicara atau tidak sampai akhirnya ia menyerah dan mengatakanya. "aku khilaf Nur" kata Bima, "cah iki, pancet ae" (benar2 ya).

"gak, gak iku. aku pancen khilaf wes ngunu ambek ayu, tapi aku luweh khilaf, wes nyobak-nyobak melet Widya" (bukan, bukan itu, aku memang khilaf sudah melakukan itu sama Ayu, tapi aku lebih khilaf sudah mencoba membuat Widya suka sama aku) "maksude?" tanya Nur penasaran.

"nang nggon sing mok parani, iku onok sing jogo, arek wedok ayu, jeneng'e dawuh" (di tempat yang kamu datangi ada penjaganya, seorang perempuan cantik, namanya dawuh) "jin" tanya Ayu, "gak. menungso" (tidak. manusia) "mosok onok, iku ngunu jin," (mana ada, itu jin).

terjadi perdebatan sengit antara Nur dengan Bima, dengan bersikeras Bima mengatakan yang ia temui seorang perempuan warga desa ini. namun, Nur membantah, tidak ada yang tinggal disana, lagipula tempat itu dilarang sejak awal. namun, Bima terus menolak sampai tanpa sengaja menampar Nur, hingga terseok di tepi sungai, Nur pun menghujani Bima dengan batu, seakan-akan kepala Bima sudah tidak beres, sampai akhirnya Bima mengatakan, "arek iku, wes ngekek'i aku, Kawaturih kanggo Widya, jarene iku jimat ben aku ambek arek'e di persatuno"

Demikian informasi mengenai cara Badarawuhi menjebak Widya lewat kepolosan Bima dan Ayu dalam cerita KKN di Desa Penari asli.***

Editor: Abdul Hamid

Sumber: Twitter

Tags

Terkini

Terpopuler