Mengharukan! Ternyata Begini Akhir Cerita KKN Desa Penari Versi Nur dan Widya Asli, Merenggut Dua Nyawa

- 22 Mei 2022, 03:00 WIB
Informasi tentang  Akhir Cerita KKN Desa Penari Versi Nur dan Widya Asli hingga Merenggut Dua Nyawa, mengharukan.
Informasi tentang Akhir Cerita KKN Desa Penari Versi Nur dan Widya Asli hingga Merenggut Dua Nyawa, mengharukan. /Instagram KKN Movie/

UTARA TIMES - Cerita KKN Desa Penari berakhir dengan ending yang mengharukan. Hal tersebut berdasarkan narasi cerita yang diambil dari versi Nur dan Widya. SimpleMan, penyebar cerita KKN Desa Penari memang membagi cerita tersebut ke dalam dua versi tersebut.

Akhir cerita KKN Desa penari versi Nur memberikan beberapa detail mengenai keadaan Bima dan Ayu di detik-detik kisah ini berakhir. Sementara itu, ending dari versi Widya memberikan narasi khusus bagaimana ia berada di dalam alam gaib.

Kesan dari akhir cerita KKN Desa Penari mengharukan. Ada kesedihan yang tampak dijelaskan oleh SimpleMan baik dalam versi Nur maupun dari sudut pandang Widya dan sesuai dengan keadaan aslinya.

Baca selengkapnya mengenai akhir cerita KKN Desa Penari versi Nur dan Widya berikut ini, sebagaimana yang diarangkum dari utas asli Twitter SimpleMan.

Baca Juga: Cinta Segitiga Widya, Bima dan Ayu dalam Film KKN di Desa Penari Berakhir Malapetaka

Akhir Cerita KKN Desa Penari Versi Nur

Nur terbangun ketika subuh, ia tersentak saat mendengar Widya menangis, tangisannya sangat keras sampai Nur terkesiap lalu terbangun dari tidurnya saat ia melihat, apa yang membuatnya terbangun, Nur melihat Ayu, dengan mata terbuka, ia menganga, seperti mau mengatakan sesuatu.

belum berhenti sampai disana, Nur tidak menemukan Widya di tempatnya, hal itu, membuat Nur menjerit sehingga Wahyu dan Anton merangsek masuk dengan wajah khawatir. "onok opo Nur? (ada apa Nur?) "Widya ilang mas" (Widya hilang mas) Wahyu dan Anton terhenyak sesaat, sebelum-

"Bima yo gak onok nang kamar loh"(Bima juga gak ada di dalam kamar) kata Anton buru-buru, sontak, semua mata memandang Ayu, Wahyu terhentak bingung. "Ayu kenek opo Nur" (Ayu kenapa Nur) "celukno pak Prabu!!" (panggilkan pak Prabu) Anton yang mendengarnya langsung pergi.

"yu, tangi yu!!" (yu ayok bangun yu) namun, Ayu masih sama, ia hanya melihat langit-langit, Nur manah mulutnya agar tertutup, namun, ia terus mengangah, Wahyu yang melihat tidak bisa berbuat apa-apa "Cok onok opo seh iki" (asem, ada apa sih ini) "celokno warga ojok ndelok tok!"

Wahyu pun ikut pergi, Nur terus menahan mulut Ayu. sampai Pak prabu datang bersama Anton dan melihatnya. "kok isok koyok ngene to nduk" (kok bisa sampai begini sih nak) Pak prabu, pergi ke pawon, ia kembali membawa teko air, Nur menahan isi kepala Ayu, dan meminumkannya.

tiba-tiba, ayu menutup mulutnya, namun, ia masih belum bereaksi, tidak beberapa lama, warga sudah berdatangan bersama Wahyu, saat itu, rumah itu dipenuhi warga, tanpa banyak bicara, pak Prabu menyuruh beberapa orang untuk memanggil mbah Buyut. dan warga itu pun pergi.

Nur menjelaskan kronologi kejadian itu, namun, ia meminta pak Prabu tidak menceritakan semua ini kepada warga, Anton dan Wahyu yang mendengarnya seakan tidak percaya dengan apa yang ia dengar. "Asu, kok isok loh" (anj*ng! kok bisa bisanya) Wahyu tampak merah padam mendengarnya.

pak Prabu pun mengumpulkan warga, meminta mereka semua pergi menyisir setiap penjuru Desa, ia beralaskan, bahwa Bima dan Widya hilang kemarin malam, dan saat ini belum kembali. meski warga awalnya bingung, bagaimana bisa, namun mereka semua langsung bergerak, termasuk Wahyu.

Anton pun begitu, ia ikut menyisir ke hilir sampai hulu sungai, sebisa mungkin dengan beberapa warga yang membawa parang dan berbagai barang yang tidak pernah ia pahami. Nur terus menangis, melihat kondisi Ayu, membuat ia tidak bisa menahan kesedihan yang sudah memenuhi hatinya.

pak Prabu meminta penjelasan lebih detail, setelah itu, Nur menunjukkan barang yang seharusnya ia berikan kepada pak Prabu saat mendapatkanya. tepat ketika membuka kotak itu, pak Prabu yang melihatnya, kaget bukan main, sampai ia tiba-tiba berteriak marah "OLEH TEKAN NDI IKI?!"

(DAPAT DARIMANA KAMU BENDA INI!!) Nur yang kaget, kemudian menjelaskan sisa ceritanya, disana, pak Prabu terlihat frustasi, ia kemudian mengatakan kepada Nur, "nek kancamu gak ketemu, ikhlasno, ben aku sing ngadepi masalah iki" (bila sampai temanmu, tidak ditemukan, ikhlaskan biar aku yang menghadapi sisanya) Nur pun bertanya, benda apa itu sebenarnya, namun pak Prabu tidak bicara, ia harus menunggu datangnya mbah Buyut yang akan menceritakan semuanya.

berjam-jam sudah di lewati namun belum ada kabar satupun dari warga yang kembali, sampai terdengar suara motor mendekat, manakala Nur dan pak Prabu berdiri untuk melihat sesiapa yang datang, mbah Buyut mendetak dengan tergopoh-gopoh, seakan mencari sesuatu,

mbah Buyut mengambil kawaturih, kemudian bertanya siapa yang punya, Nur mendekat, menjelaskan semuanya, ekspresi tenang mbah Buyut, tidak terlihat sama sekali. kemudian ia menatap Ayu, helaan nafas berat mbah Buyut keluarkan, kemudian ia, meminta Prabu membuatkan kopi hitam.

mbah Buyut duduk sembari berpikir, banyak pertanyaan yang ia ajukan, mulai sejak kapan ada benda seperti ini disini, lalu bagaimana bisa selendang itu dimiliki Ayu, Nur menceritakan semuanya, saat menyesap kopi itu, mbah Buyut berujar "kancamu, keblubuk angkarah"

(temanmu terjebak dalam pusaran) "trus, yok nopo mbah?" (lalu bagaimana mbah) "siji kancamu wes ketemu, tapi sukmane gorong, tenang sek, yo" (satu temanmu sudah ketemu lagi, tapi rohnya belum, sabar ya) tidak beberapa lama, kerumunan warga mendekat, Wahyu masuk wajahnya pucat.

seorang warga membopong seseorang. ketika Nur melihatnya, ia tidak bisa menghentikan jeritanya, manakala melihat Bima kejang-kejang layaknya seorang yang terkena epilepsi. Wahyu, segera memeluknya, menutupi Nur agar tidak melihat Bima yang menjadi seperti itu.

Mbah buyut kemudian mengatakan, bahwa bahwa sukma dua orang ini sedang terjebak, namun, ada satu orang yang bukan hanya sukmanya yang hilang atau disesatkan, melainkan raganya juga ikut disesatkan, ia adalah Widya, orang yang paling diinginkan oleh, Badarawuhi namun, ia meleset. 

Mbah buyut menunjukkan kawaturih, yang harusnya memiliki pasangan, benda ini di letakkan di lengan seorang penari, sebagai susuk, entah ada kejadian apa, Badarawuhi menginginkan benda ini ada pada Widya, namun, Nur yang menemukanya, kemudian mengambilnya, membuat benda ini kehilangan pemilik, yang maka artinya, Nur yang memiliki, tapi, Nur dilindungi, itulah alasan kenapa Nur selalu merasakan bahwa badannya terasa berat di jam-jam tertentu, mbah Dok yang melindungi Nur sudah berkelahi hampir dengan setengah penghuni hutan ini.

setelah itu, pak Prabu meminta agar Ayu dan Bima di tutup oleh kain selendang, di ikat dengan tali kain kafan, membiarkannya seolah-olah mereka sudah tidak bernyawa. mbah Buyut, pergi ke kamar, ia akan mencari Widya, menjelma sebagai Anjing hitam dengan ilmu kebatinannya.

pak Prabu menceritakan bahwa memang ada rahasia yang tidak ia katakan dan alasan kenapa ia menolak keras diadakan kegiatan ini sejak awal. tepat di samping lereng, ada tapak tilas, tempat penduduk desa ini mengadakan pertunjukkan tari, bukan untuk manusia namun untuk jin hutan.

ia mengatakan, dulu, setiap diadakan tarian itu, untuk menghindari balak (bencana) bagi desa ini, seriring berjalanya waktu, rupanya, mereka yang menari untuk desa ini, akan ditumbalkan, masalahnya, setiap penari haruslah dari perempuan muda yang masih perawan.

"tapi Ayu pak" kata Nur membantah. "itu masalahnya" kata pak Prabu, "asumsi saya, Ayu sejak awal hanya sebagai perantara, ke Widya lewat Bima, namun, Ayu tidak memenuhi tugasnya, akibatnya, Ayu dibuatkan jalan pintas, ia di beri selendang hijau itu. tau darimana selendang itu?"

selendang para penari. pak Prabu kemudian duduk, matanya merah padam, "seharusnya saya menolak habis-habisan bila bukan karena dia adik teman saya" "selendang itu, adalah selendang yang keramat, tidak ada lelaki yang bisa menolak selendang itu saat di pakai oleh perempuan"

"nak Ayu tidak salah, nak Bima pun begitu, saya yang salah, seharusnya saya tolak kalian semua, toh anak-anak kami pun tidak ada yang tinggal disini, tempat ini, bukan untuk anak setengah matang seperti kalian" mendengar itu, membuat Nur tidak kuasa melihat Ayu,

hari semakin petang, ketika Matahari sudah benar-benar tenggelam, terdengar orang berteriak heboh, ia meneriakkan bila Widya sudah ketemu, pun saat itu juga, Mbah Buyut keluar, wajahnya tampak kecewa, sepertinya ia tidak bisa membawa Ayu dan Bima pulang, lebih tepatnya belum.

momen ketika melihat Widya, membuat Nur tidak bisa bicara apa-apa, ia berjalan dengan gaguk, seperti baru saja menghadapi peristiwa yang sangat berat, bahkan, Widya berjalan dengan mata yang kosong, ia melihat Ayu terus menerus, mencoba memahami situasi.

"Wid, tekan ndi awakmu" (Wid darimana kamu?) tanya Nur, "onok opo iki Nur" (ada apa ini Nur) kata Widya, matanya sembab melihat Ayu dan Bima terbujur, Nur tidak sanggup menceritakannya, Wahyu kemudian berdiri mengatakan semuanya, Widya menjerit sejadi-jadinya, semua diam.

selang beberapa saat, mbah Buyut keluar, ia memanggil Widya, menyuruhnya untuk masuk, dan entah apa yang mereka bicarakan. Nur masih mencoba membangunkan Ayu, meski hal itu, mustahil bisa dilakukan.

ketika melihat mbah Buyut keluar, Nur, Wahyu, dan Anton yang baru tiba, ikut masuk ke dapur, ia hanya melihat Widya murung, seperti memikirkan sesuatu. Wahyu yang sedari tadi sudah menahan diri, mengatakan bahwa Bima dan ayu sudah kelewatan sehingga mereka juga kena getahnya.

Malam itu juga, pak Prabu mengumpulkan semua anak yang tersisa, ia mengatakan, sudah menghubungi pihak kampus, pun dengan kakak Ayu, yang sedang dalam perjalanan kesini. esok, mungkin mereka tiba. mbah Buyut, menjaga rumah ini, konon, semua lelembut sudah mengepung rumah ini.

pagi itu, Nur menemui pak Prabu meminta seharusnya ia menahan diri sebelum informan ini keluar, karena sebelumnya, mbah Buyut mengatakan bisa mengembalikan Ayu dan Bima, hanya tinggal menunggu waktu. namun ucapan pak Prabu membuat Nur tidak berkutik.

"nek pancen isok, yo gak bakal akeh sing wes dadi korban, awakmu eroh patek ireng iku opo, nyoh kui korban sak durunge, nang ndi sak iki, wes gak onok" (kalau memang bisa, ya gak mungkin ada korban, kamu tahu, kenapa ada nisan dengan kain hitam, itu korban sebelum kejadian ini)

"gak nutup kemungkinan kancamu isok mbalik, tapi kemungkinane cilik, gak usah berharap, mbah Buyut asline wes mblenger, kudu urusan ambek bangsa iku" (gak menutup kemungkinan memang temanmu bisa kembali, tapi, kemungkinannya kecil, mbah Buyut sudah bosan, berurusan dengan mereka"

siang hari, rombongan orang dari kampus pun dengan beberapa wali datang, bahkan suara membentak dari mas Ilham bisa terdengar dari luar, ada tawar menawar dimana mbah Buyut menjanjikan agar Ayu dan Bima tetap disini, namun pihak keluarga menolak sampai mengancam, ini akan tersebar.

akhir dari perjalanan KKN mereka selesai disini, bukan hanya pak Prabu yang terseret, pihak kampus efeknya lebih besar lagi, sampai harus menjanjikan bahwa masih ada jalan lain mengembalikan mereka. KKN mereka, resmi dicoret, tak ada hasil apapun selama pra kerja mereka.

Widya, butuh waktu lama untuk pulih setidaknya itu yang Nur dengar, sementara Nur menjelaskan kronologi kejadian pada Abah dan Umi, orang tua Bima, yang tidak henti-hentinya, mengadakan doa bersama di rumahnya, pukulan keras setiap Nur melihat air mata umi menetes.

ada kejadian menarik, dimana Nur diceritakan oleh Umi, semalam sebelum Bima akhirnya meninggal, ia mengetuk pintu kamar, disana ia meminta maaf sama Abah dan Umi, kemudian pamit kembali ke kamar, sembari mengatakan ular-ular, dan diakhiri dengan hembusan nafas terakhirnya.

namun, Nur juga diberitahu Abah, bahwa, apa yg dikatakan Umi tempo hari tidak usah dipikirkan, karena Umi menceritakan tentang mimpinya, anaknya Bima masih kejang-kejang dan memang meninggal pada malam kejadian, semua itu mimpi Umi, mungkin itu cara Bima pamit dan memberitahu

masih mau lanjut apa besok saja, sekarang yang mbak Nur saksikan saat mendampingi Ayu, ia diajak ke Ng**i yang katanya bisa menyembuhkan beliau. sedikit panjang dan gw jadikan 1 thread saja. gimana?

Maksudnya gw sambung sama thread ini. Biar gak usah nyari thread lagi ya. Gw mau kelarin malam ini semuanya.

Mas Ilham menghubungi Nur, beliau meminta tolong agar Nur bersedia mendampingi Ayu selama proses penyembuhan, dimana dokter sudah angkat tangan dan mendiagnosa Ayu, lumpuh total yang tidak diketahui penyebabnya. ia diberitahu oleh temannya, bahwa Nur adalah orang yang tahu semua.

malam itu, Ayu di bawa ke kabupaten Ng**i, di perjalanan, Nur selalu melihat Ayu, matanya ditutup paksa dengan kain, melihatnya kadang membuat Nur merasa Ayu sadar ada dia di sampingnya. namun tetap saja nihil, sampailah mereka di rumah orang yang menawarkan bantuan itu.

sesampai disana, Ayu di tidurkan di atas pelepah daun pisang. yang kemudian, dimasukkan dalam sebuah keranda, Nur yang melihat itu, mengatakan pada mas Ilham bahwa itu perbuatan tidak benar, namun, mas Ilham menolak. mengatakan mungkin masih bisa, mas Ilham sangat frustasi.

butuh waktu lama, sampai orang yang membantu tiba tiba, bangun dan mengatakan ia tidak sanggup. Ayu, tidak dapat diselamatkan, kecuali, di bawa keluar dari pulau jawa. namun, hal itu, juga mustahil dilakukan.

"ayu gorong wayahe mati, dadi, keadaane yo bakal koyok ngene sampe wayahe mati" (ayu belum seharusnya meninggal, jadi dia akan terjebak seperti ini sampai waktunya tiba) "di bawa saja ke pulau K********N, saya ada saudara disana" kata mas Ilham waktu itu. 

"masalahe arek iki gak oleh cidek segoro, nek cedek segoro, isok di matekno" (masalahnya, anak ini dilarang mendekati laut/samudera, bila tetap nekat dia mati) "kan isok numpak pesawat" (kan bisa naik pesawat) kata mas Ilham, "isok pesawat gak liwat segoro?" (memang bisa pesawat nya gak usah melewati laut) setelah dari sana itu, Ayu akhirnya dipulangkan, ia ada di rumah itu kurang lebih 3 bulan, sampai akhirnya menghembuskan nafas terakhir juga, setelah orang tua Ayu mengatakan sudah ikhlas, termasuk mas Ilham.

keikhlasan orang tua Ayu termasuk mencabut gugatan terhadap pihak kampus, dan juga sudah tidak mau menyalahkan siapapun, Ayu dikebumikan di makam keluarga, sembari didoakan, di situ, ibunya mengaku, sering melihat Ayu meneteskan air mata, dan inilah akhir cerita mbak Nur.

jadi gw bakal tutup Thread ini dengan pesan mbak Nur dan alasanya kenapa ia mau bercerita. sejak awal, mbak Nur tidak begitu tertarik dengan unsur seram dalam ceritanya, ia ingin menyampaikan pesan yang terkandung di dalamnya, agar siapapun kita, tetap menjaga tata krama.

ini bukan tentang, hal yang sepele, siapapun kamu, dimanapun kamu berada, sekali lagi, jaga sikap dan prilaku karena sesungguhnya sebagai tamu, selayaknya tetap bersiteguh pada warisan pendahulu kita yang mengutamakan sopan santun terhadap tuan rumah. gw simple_man undur diri.

mohon maaf atas typo, dan waktu yang kentang ya, sekali lagi, gw ucapkan banyak terimakasih yang sudah mengikuti sejak awal, dengan ini, Thread ini gw tutup selamanya!! (kalau mau tanya-tanya, DM saja, di notifikasi gak begitu terbaca karena tertumpuk. selamat malam).

Baca Juga: Inilah Uraian Asal Usul KKN Desa Penari Berdasarkan Cerita Asli dari Twitter SimpleMan Versi Nur

Akhir Cerita KKN Desa Penari Versi Widya

seorang warga desa, kaget bukan main melihat Widya, dia langsung lari sambil berteriak memanggil warga kampung.

"Widya nang kene, iki Widya wes balik" (Widya disini, anaknya sudah kembali)

bingung, hampir warga berhamburan memeluk Widya."mrene ndok, mrene, awakmu sing sabar yo, awakmu kudu siap yo ambek berita iki" (kesini nak, kesini, kamu yang sabar ya, kamu harus siap sama berita yang nanti kamu dengar) seorang ibu, memeluk Widya, di matanya ia seperti menahan nangis, Widya hanya gaguk, diam, tidak mengerti si ibuk menggandeng Widya, Widya masih diam, seperti orang linglung, di jalan ramai warga desa yang mengikuti Widya, Widya mencuri dengar dari mereka yang bicara di belakang.

"wes di goleki sampe Alas D********* jebule, maghrib kaet ketemu arek iki, aku wes mikir elek"(sudah di cari sampai ujung *********** gak taunya baru ketemu maghrib anak ini, aku sudah mikir buruk)

sehari semalam, Widya rupanya sudah menghilang.ketika Widya melihat rumah penginapan mereka, Widya melihat banyak sekali orang berkumpul disana, dan saat mata mereka melihat Widya, semuanya hampir tercengang tidak habis pikir. seperti melihat hantu, lalu, terlihat dari dalam, pak Prabu keluar, wajahnya, mengeras melihat Widyamata pak Prabu mendelik, melihat Widya. "tekan ndi ndok?" (darimana kamu nak)

Widya tidak menjawab apa yang pak Prabu tanyakan, si ibuk juga menenangkan pak Prabu agar tenang, sembari menggiring Widya masuk ke rumah, Widya mendengar Nur menjerit, menangis, seperti kesetanan.saat Widya masuk dan melihat apa yang terjadi, Widya melihat ruangan itu dipenuhi orang yang duduk bersila, mereka mengelilingi 2 orang yang terbujur, tubuhnya ditutup selendang, diikat dengan tali putih, menyerupai kafan, Wahyu dan Anto menatap kaget saat Widya masuk."Wid, tekan ndi awakmu?" (darimana kamu Wid?) ucap Nur yang langsung memeluk Widya.

"onok opo iki Nur?" (ada Apa ini Nur)

Nur menutup mulutnya, tidak tahu harus memulai darimana, sampai Wahyu berdiri, "Ayu Wid, Nur lihat Ayu, tiba-tiba terbujur kaku, matanya tidak bisa di tutup"Widya mendekati Ayu, di sampingnya ada Bima, ia terus menerus menendang-nendang dalam posisi terikat itu, layaknya seseorang yang terserang epilepsi, matanya kosong melihat langit-langit, mereka berdua terbaring tidak berdaya, sontak Widya ikut menjerit sebelum ada yg menenangkan dari Pawon, mbah Buyut keluar, ia melihat Widya kemudian memanggilnya.

"sini ndok, Mbah jek tas gawe kopi" (sini nak, si mbah baru saja selesai membuat kopi)

mbah Buyut, duduk di kursi kayu yang ada di pawon, ia melihat Widya lama, kemudian mengatakannya. "Koncomu wes kelewatan""Pripun mbah?" (bagaimana mbah?)

"yo opo rasane di kerubungi demit sa'alas?" (bagaimana rasanya dikelilingi makhluk halus satu hutan?)

Mbah Buyut masih mengaduk kopinya, memandang Widya yang tampak mulai kembali kesadarannya, "nyoh, di ombe sek" (nih, di minum dulu)Widya menyesap kopi dari mbah Buyut, tiba-tiba rasa pahit yang menohok membuat tenggorokan Widya seperti dicekik, membuat Widya memuntahkannya, begitu banyak muntahan air liur Widya yang keluar, ia melihat mbah Buyut yang tampak mengangguk. seperti memastikan."koncomu, nglakoni larangan sing abot, larangan sing gak lumrah gawe menungso opo maneh bangsa demit" (temanmu, melakukan pantangan yang tidak bisa diterima manusia, apalagi bangsa halus) kata mbah Buyut sembari geleng kepala. 

"paham ndok" (paham nak)

Widya mengangguk."Sinden sing di garap, iku ngunu, Sinden kembar, siji nang cidek kali, siji'ne nang enggon sing mok parani wingi bengi" (Sinden yang kamu kerjakan, itu kembar, satu di dekat sungai, satu yang kemarin malam kamu datangi)

"eroh opo iku sinden?" (tahu kegunaan Sinden?)"mboten mbah" (tidak tahu mbah)

"Sinden ku, enggon adus'e poro penari sak durunge tampil. nah, Sinden sing cidek kali, gak popo digarap, tapi, sinden sing sijine, ra oleh di parani, opo maneh sampe di gawe kelon"(Sinden itu tempat mandinya para penari sebelum tampil, nah, sinden yang di dekat sungai tidak apa-apa dikerjakan, tapi, sinden yang satunya, tidak boleh di datangi, apalagi di pakai kawin)"Widya ngerti, sopo sing gok Sinden iku?" (Widya tahu siapa yang ada di sinden itu).

Baca Juga: Sangat Janggal! Begini Kondisi Nyata Bima dan Ayu Sebelum Meninggal di Cerita KKN di Desa Penari

Widya diam lama, sebelum mengatakannya. "Ular mbah"

"nggih. betul" "sing mok delok iku, ulo-anak'e Bima karo" (yg kamu lihat itu, adalah anaknya Bima sama)

"Ular itu mbah"

mbah buyut mengangguk"iku ngunu, mbah sing kecolongan, Widya mek di dadekno Awu awu, ben si mbah ngawasi Widya, tapi mbah salah, koncomu iku sing ket awal wes di incer karo" (itu, mbah yang kecolongan, Widya cuam di jadikan pengalih perhatian, biar si mbah ngawasi kamu, tapi mbah salah, dari awal,yang diincar sama)

mbah Buyut diam lama, seperti tidak mau menyebut nama makhluk itu. "

"ngantos, yo nopo mbah, Ayu kale bima saget mbalik?" (lalu bagaimana mbah, apa Ayu sama Bima bisa kembali?)

"isok isok" kata mbah Buyut, "sampe balak'e di angkat""balak'e diangkat mbah" (bencananya di angkat) kata Widya, bingung.

"Bima ambek Ayu wes kelewatan, sak iki, kudu nanggung opo sing di lakoni" (Bima sama Ayu sudah kelewatan, sekarang, dia harus menanggung apa yang dia perbuat)

"Ayu sak iki, kudu nari, keliling Alas iki)(Ayu sekarang harus menari mengelilingi Hutan ini)

"sak angkule nari, sadalan-sadalan" (tampil, menari, di setiap jengkal tanah ini)

"Bima mbah?" 

"Bima, yo kudu ngawini sing nduwe Sinden" (Bima ya harus mengawini yang punya Sinden)

"Badarawuhi mbah"

Mbah buyut kaget."oh ngunu" (oh begitu) "wes eroh jeneng'e" (sudah tahu namanya)

"Badarawuhi, iku salah sijine sing jogo wilayah iki, tugas Badarawuhi iku nari, dadi bangsa lelembut iku yo seneng ndelok Badarawuhi iki nari, nah, sak iki, Ayu kudu nanggung tugas Badarawuhi nari"(Badarawuhi itu salah satunya yang jaga di wilayah ini, tugasnya ya menari, jadi bangsa lelembut suka melihat tarian dari Badarawuhi, sekarang, Ayu harus menggantikannya)

"Bima, kudu ngawini Badarawuhi, anak'e iku wujud'e ulo, sekali ngelahirno, isok lahir ewonan ulo"(Bima harus mengawini Badarawuhi, anaknya itu berwujud ular, sekali melahirkan, bisa lahir ribuan ular)

"salah kancamu, wes ngelakoni hal gendeng nang kunu, dadi kudu nanggung akibate" (salah temanmu sendiri, jadi sekarang mereka harus tanggung jawab)"Badarawuhi iku ngunu ratune ulo, bangsa lelembut sing titisan aji sapto, balak'e ra isok di tolak opo maneh di mendalno, mene isuk, tak coba'e ngomong apik-apik'an, wedihku, koncomu ra isok balek orep2"(Badarawuhi itu ratunya ular, bangsa lelembut yang sudah tak terbendung, kutukannya, gak bisa ditolak apalagi sampai dibuang, besok pagi, biar tak coba ngomong baik-baik, takutnya, temanmu tidak bisa kembali hidup2)mbah buyut pergi, Nur, Wahyu dan Anton melihat Widya sendirian di pawon, duduk, sembari termenung.

"Goblok!! Bima karo Ayu asu!! kakean ngent*t!!" (bodoh!! Bima sama Ayu itu Anj*ng!! kebanyakan ngent*t)

kalimat itu, yang mereka semua pikirkan malam itu.meski yang diucapkan Wahyu itu kasar, namun tidak ada yang keberatan dengan semua itu, terlebih, masalah ini sudah sampai ke pihak kampus, bahkan ke keluarga Bima dan Ayu.pak Prabu menceritakan bahwa kronologi kejadian ini sudah tidak bisa mereka bendung, KKN yang menjadi tanggung jawab beliau, harus sampai, ke semua orang yang terlibat, meski awalnya Nur mencoba memohon agar masalah ini jangan sampai keluar dulu, namun, hilangnya Widya, membuat Pak Prabu akhirnya menyerah dan memilih melaporkanya.lalu apa yang terjadi sama Ayu dan Bima?

Pagi itu, serombongan mobil datang, mereka adalah keluarga sekaligus panitia KKN yang sudah mendengar semua ceritanya dari pak Prabu.

Ayu masih terbaring, matanya melotot, namun tubuhnya masih seperti orang lumpuh.

Bima, masih kejang-kejang.

sebenarnya, proses penjemputan gak semudah yang bakal ditulis, karena pihak keluarga Bima maupun Ayu, marah besar, mereka tidak terima anaknya di bikin seperti ini.

Baca Juga: Terkuak! Begini Kondisi Nyata Bima Setelah Mengawini Badarawuhi di Cerita KKN di Desa Penari

bahkan pihak kampus juga kena, karena kasusnya benar-benar hampir di bawa ke media nasional,Widya, Nur sampai harus mohon agar Ayu dan Bima di biarkan tetap tinggal disini, yang konon kata Mbah Buyut bisa saja balaknya diambil sewaktu waktu, namun, dari pihak keluarga Ayu dan Bima, tidak mau lagi, mereka tetap membawa Ayu dan Bima, hasilnya?Ayu hanya bisa tidur dengan mata terbuka terus menerus, Widya pernah diceritakan oleh ibunya, bahwa kadang, ia melihat mata Ayu meneteskan air mata, tapi, setiap ditanya, dia hanya diam, tak menjawab, Ayu akhirnya meninggal setelah 3 bulan dirawat. abangnya, merasa bersalah sampai hampir mau mengamuk di desa itu, namun, pak Prabu pun sama, seharusnya sejak awal, saat Ayu memohon diizinkan KKN disana, ia tegas menolak, alasanya, memang tempat itu tidak baik untuk ditinggali mereka yang masih bau kencur.

Bima?? bagaimana?? meninggal juga, Malam sebelum dia meninggal, Bima teriak minta tolong, tapi ketika ditanya, kenapa dan minta tolong apa?

Bima berteriak ular, ular, ular, ia meninggal lebih dulu dari Ayu, tubuhnya di kebumikan, orang tuanya awalnya masih mau memperpanjang-masalah ini sama pihak kampus, tapi akhirnya dicabut, dengan catatan, KKN tidak lagi diadakan di timur jawa lagi, sejak saat itu, kampus ini, hanya memperbolehkan KKN ke arah barat, tidak lagi timur, apalagi Desa yang jauh.

Demikian informasi mengenai akhir cerita KKN Desa Penari versi Nur dan Widya asli berdasarkan utas Twitter SimpleMan.

Untuk membaca lebih lengkap KKN Desa Penari versi Widya, klik DI SINI.

Untuk membaca lebih lengkap KKN Desa Penari versi NUr, klik DI SINI.*** 

Editor: Abdul Hamid

Sumber: Twitter


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah