Paling penting, apa tugas mereka selama tinggal di gubuk tengah hutan itu, bersama seorang gadis, yang lumpuh, dengan luka di sekujur tubuh.
Baca Juga: Sewu Dino Bagian 2 Karya Simple Man: Tentang Misteri Jumat Kliwon
Suasana kian mencekam, setiap sudut pohon, terasa hidup, mereka mengawasi gubuk itu.
Sri, merasa dirinya amat sangat kecil di tempat ini. Lalu,
“Aku isih iling, cah cilik ayu, ceria, ra nduwe duso (Aku masih ingat, anak kecil, cantik, ceria, tidak punya dosa),” kata Mbah Tamin.
“Koyok jek wingi yo, tapi, cah cilik iku, sak iki, nang ambang nyowo, perkoro santet menungso laknat! (Seperti baru kemarin, tapi anak itu, sekarang nyawanya terancam, karena santet manusia laknat),”
Baca Juga: Sewu Dino Bagian 3 Karya Simple Man: Tawaran yang Tidak Bisa Ditolak
Wajah Mbah Tamin menegang, penuh amarah, dan juga dendam.
Sri dan yang lain bergidik ngeri, dan Mbah Tamin melanjutkan,
“Cah cilik iku, Dela, yo iku, sing nang kamar (Anak kecil itu, Dela, yang ada di dalam kamar),”