Dari mimpi yang baik itu muncullah aneka perintah, larangan, berita gembira, dan peringatan. Mengapa bisa demikian?
Hal tersebut karena mimpi yang baik merupakan sisa dan bagian dari kenabian, bahkan ia merupakan satu dari dua bagian kenabian, sebab ada nabi yang wahyunya berupa mimpi.
Secara umum, mimpi terbagi dua: mimpi yang benar dan yang batil. Mimpi yang benar ialah yang dialami manusia tatkala kondisi psikologisnya seimbang.
Kemudian ia dalam keadaan cuaca sedang seperti ditandai oleh bergoyangnya pepohonan hingga berjatuhannya dedaunan.
Mimpi yang benar tidak didahului dengan adanya pikiran dan keinginan akan sesuatu yang kemudian muncul dalam mimpi.
Kebenaran mimpi juga tidak ternoda oleh peristiwa junub dan haid. Adapun mimpi yang batil ialah yang ditimbulkan oleh bisikan nafsu, keinginan, dan hasrat.
Mimpi demikian tidak dapat ditakwilkan. Demikian pula mimpi “basah” dan mimpi lain yang mewajibkan mandi dikategorikan sebagai mimpi yang batil karena tidak mengandung makna.
Menurut keterangan Imam Ibnu Sirin, Tidak semua mimpi dapat ditafsirkan makna yang terkandung di dalamnya.
Ada saatnya mimpi ibarat angin lalu namun ada mimpi yang benar-benar menjadi kenyataan. Pada dasarnya mimpi itu dapat ditafsirkan, tapi tidak semua orang mampu menafsirkannya kebenarannya.