Mengajak Komunitas Film Agar Kegiatan Syuting Gunakan Desa Wisata

23 Oktober 2020, 17:00 WIB
Hanung Bramantyo /Rosma Nur Riana/

UTARA TIMES - Kegiatan pelatihan dan peningkatan pemahaman bagi komunitas film dan pengelola desa wisata digelar dalam upaya memaksimalkan desa wisata sebagai lokasi produksi film dilaksanakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerja sama dengan Salaka.edu serta IFC Network.

Berlangsung di Yogyakarta pada 13 hingga 16 Oktober 2020, kegiatan bertajuk IN-FRAME (Indonesia Film Course and Incubation Programme) melibatkan 20 peserta dari komunitas film yang berada di Yogyakarta dan kota-kota sekitarnya seperti Magelang, Purworejo, dan Semarang. 

Peserta dibekali materi mengenai layanan produksi film dan desa wisata, layanan perizinan dan insentif, layanan lokasi dan produksi, hingga strategi pemasaran, dan sistem informasi dari para narasumber selama empat hari.

Selasa (20/10/2020), Direktur Industri Kreatif Film, Televisi, dan Animasi Kemenparekraf/Baparekraf, Syaifullah, dalam keterangannya mengatakan kegiatan ini memberi pemahaman kepada para filmmaker dan pengelola desa wisata mengenai manajemen dan pengelolaan lokasi syuting sebagai aset yang dapat dioptimalkan. Bahwa lokasi film dapat memberikan efek emosional yang berpotensi menjadi pengungkit roda perekonomian dengan menghidupkan industri pariwisata dan pengembangan aspek ekonomi kreatif lainnya. 

Telah banyak best practices dari industri perfilman nasional hingga mancanegara mengenai potensi ekonomi dari lokasi syuting bagi industri pariwisata dan pengembangan Intellectual Property (IP) lainnya.

“Saya harap sinergi antara filmmaker dan pengelola desa wisata dapat menjadi pengungkit bagi optimalisasi lokasi syuting, terutama karena Yogyakarta sebagai kota yang memiliki kekayaan budaya, keindahan alam, kriya, serta kuliner merupakan salah satu lokasi favorit tempat pembuatan film (movie set) yang bisa menjadi magnet tersendiri untuk dikunjungi wisatawan," ujar Syaifullah.

Hanung Bramantyo selaku sutradara film nasional turut hadir sebagai salah satu pembicara. Ia sharing tentang Gamplong, studio syuting sekaligus Desa Wisata yang diinisiasi bersama dengan warga desa terkait.

Gamplong Studio

“Membangun set lokasi bukan hal yang mudah dalam proses pembuatan film. Sayang sekali apabila set tersebut harus dihancurkan setelah proses syuting usai. Dari beragam referensi dan pengalaman pribadi, saya melihat lokasi syuting memberikan value tersendiri yang potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Untuk itu saya bersama warga desa Gamplong menginisiasi ini sekaligus sebagai penggerak perekonomian warga di sekitar," ujar Hanung.

Hingga saat ini total terdapat 15 film dan iklan yang dibuat di lokasi tersebut. Sebagai lokasi wisata, Gamplong juga menarik banyak perhatian wisatawan. 

Sebelum pandemi, jumlah wisatawan yang mengunjungi set lokasi film "Bumi Manusia", "Sultan Agung", "Habibie & Ainun 3", hingga yang terbaru "Gatotkaca" ini mencapai lebih dari 40 ribu pengunjung tiap bulannya. Meskipun sempat ditutup selama empat bulan dalam kurun waktu Maret hingga Juni, saat ini jumlah pengunjung masih lebih dari 20 ribu orang perbulan.

"Komunitas film di Yogyakarta dan sekitarnya relatif lebih berkembang dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia. Ekosistem perfilman di sini juga sudah cukup matang. Dengan ditunjang aspek pariwisata yang juga sudah sangat berkembang, diharapkan Yogyakarta dapat menjadi pilot project yang baik bagi pengembangan lokasi syuting sebagai destinasi wisata dan ekraf lainnya," kata Hanung.   

IN-FRAME dilaksanakan di empat daerah, yaitu Bali, Yogyakarta, Danau Toba, dan akan ditutup di Jakarta dengan menghadirkan berbagai stakeholder pengembangan destinasi wisata dari lokasi syuting. 

Kegiatan IN-FRAME di Yogyakarta merupakan lokasi kedua setelah sebelumnya diselenggarakan di Denpasar dengan cakupan sineas dan komunitas film dari Pulau Bali dan Nusa Tenggara. ***

Editor: Rosma Nur Riana

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler