UTARA TIMES – Sering kali mendengar bahwa 1 Suro merupakan bulan yang di keramatkan, mengapa demikian? Berikut kisah dibalik malam 1 Suro menurut sejarah Jawa.
Sebentar lagi akan memasuki bulan Suro, bagi masyarakat Jawa, bulan Suro merupukan bulan yang dianjurkan untuk tidak melakukan kegiatan yang menyangkut kehidupan.
Beberapa mitos bulan Suro beredar dimasyarakat, contohnya adalah tidak boleh melangsungkan pernikahan, tidak boleh pindah rumah dan masih banyak lagi.
Lantas, seperti apa sih kisah dibalik malam 1 Suro menurut sejarah Jawa? Berikut telah Utara Times lansir dari kemendikbud.go.id.
Baca Juga: 1 Muharram Jatuh pada Tanggal Berapa? Simak Amalan-amalan Penuh Pahala pada 1 Muharram
Diketahui bahwa dalam ajaran Islam 1 Suro merupakan 1 Muharram yang bertepatan dengan Tahun Baru Islam.
Konon untuk memperkenalkan kalender Islam di kalangan masyarakat Jawa. Maka tahun 931 H atau 1443 tahun Jawa baru, yaitu pada jaman pemerintahan kerajaan Demak, Sunan Giri II telah membuat penyesuaian antara sistem kalender Hirjiyah dengan sistem kalender Jawa pada waktu itu.
Sultan Agung menginginkan persatuan rakyatnya untuk menggempur Belanda di Batavia, termasuk ingin menyatukan pulau Jawa.
Sultan Agung Hanyokrokusumo ingin menyatukan kelompok santri dan abangan. Pada setiap hari Jumat legi, dilakukan laporan pemerintahan setempat sambil dilakukan pengajian yang dilakukan oleh para penghulu kabupaten, sekaligus dilakukan ziarah kubur dan haul ke makam Ngampel dan Giri.
Akibatnya, 1 Muharram (1 Suro Jawa) yang dimulai pada hari Jumat legi ikut-ikut dikeramatkan pula, bahkan dianggap sial kalau ada orang yang memanfaatkan hari tersebut diluar kepentingan mengaji, ziarah, dan haul.
Kegiatan malam 1 Suro, tepat pada pukul 24.00 saat pergantian tahun Jawa, diadakan secara serempak di Kraton Ngayogyakarta dan Surakarta Hadiningrat sebagai pusat kebudayaan Jawa.
Acara malam 1 Suro di Kraton Surakarta dipimpin oleh Kebo Bule Kyai Slamet sebagai Cucuking Lampah.
Kebo Bule merupakan hewan kesayangan Susuhunan yang dianggap keramat.
Baca Juga: Doa Akhir Tahun Dibaca Kapan? Simak di Sini, Ada Teks Doa Akhir dan Awal Tahun Latin
Di belakang Kebo Bule barisan berikutnya adalah para putra Sentana Dalem (kerabat keraton) yang membawa pusaka, kemudian diikuti masyarakat Solo dan sekitarnya.
Sementara itu di Kraton yogyakarta memperingati Malam 1 Suro dengan mengarak benda pusaka mengelilingi benteng kraton
Dimana, kegiatan mengarak benda pusaka diikuti oleh ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya.
Selama melakukan ritual mubeng beteng tidak diperkenankan untuk berbicara seperti halnya orang sedang bertapa. Inilah yang dikenal dengan istilah tapa mbisu mubeng beteng.
Demikian infromasi mengenai kisah dibalik malam 1 Suro menurut sejarah Jawa.***