Cerita Pendek : Kesufian Abu Nawas dalam Menjelaskan Perkara Dosa Kecil dan Besar

3 Agustus 2022, 20:50 WIB
Cerita Pendek : Kesufian Abu Nawas dalam Menjelaskan Perkara Dosa Kecil dan Besar /Youtube/humorsufiofficial

UTARA TIMES - Berikut ini cerita pendek tentang Kesufian Abu Nawas yang menjawab pertanyaan tamunya tentang lebih utama mengerjakan dosa kecil atau besar, untuk mengetahuinya baca ceritanya dalam ulasan ini.

Dalam cerita pendek kali mengenai Abu Nawas tidak selalu bersikap konyol, kadang-kadang timbul kedalaman hatinya yang merupakan bukti kesufian dirinya, dalam hal ini ia juga menjawab pertanyaan tentang lebih utama mengerjakan dosa kecil atau besar.

Pada praktiknya dalam cerita pendek dikisahkan Abu Nawas sedang dalam kesempatan mengajar, ia akan memberikan jawaban-jawaban yang berbobot sekalipun ia tetap menyampaikannya dengan ringan.

Diketahui dalam cerita pendek ini sosok Abu Nawas terkenal sebagai orang yang cerdas, ia selalu bisa menemukan jawaban atau jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi.

Hingga seorang murid Abu Nawas ada yang sering mengajukan macam-macam pertanyaan. Tak jarang ia juga mengomentari ucapan-ucapan Abu Nawas jika sedang memperbincangkan sesuatu.

Baca Juga: Jelang Hari Pramuka 2022, Ini Yel-yel Praja Muda Karana Singkat tapi Keren!

Untuk lebih jelas berikut Utara Times sajikan cerita pendek tentang kesufian Abu Nawas dalam lebih utama mengerjakan dosa kecil atau besar.

Diketahui cerita pendek Ini bermula saat Abu Nawas menerima tiga orang tamu yang mengajukan beberapa pertanyaan kepada Abu Nawas.

“Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?” ujar orang yang pertama.

“Orang yang mengerjakan dosa kecil,” jawab Abu Nawas.

“Mengapa begitu,” kata orang pertama mengejar.

Baca Juga: Teks Kata Sambutan Ketua Panitia HUT RI 2022 untuk Acara 17 Agustus Singkat, Ini Contohnya

“Sebab dosa kecil lebih mudah diampuni oleh Allah,” ujar Abu Nawas. Orang pertama itupun manggut- manggut sangat puas dengan jawaban Abu Nawas.

Giliran orang kedua maju. Ia ternyata mengajukan pertanyaan yang sama, “Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?” tanyanya.

“Yang utama adalah orang yang tidak mengerjakan keduanya,” ujar Abu Nawas.

“Mengapa demikian?” tanya orang kedua lagi.

“Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu pengampunan Allah sudah tidak diperlukan lagi,” ujar Abu Nawas santai. Orang kedua itupun manggut-manggut menerima jawaban Abu Nawas dalam hatinya.

Orang ketiga pun maju, pertanyaannya pun juga seratus persen sama. “Manakah yang lebin utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?” tanyanya.

“Orang yang mengerjakan dosa besar lebih utama,” ujar Abu Nawas.

“Mengapa bisa begitu?” tanya orang ketiga itu lagi.

Baca Juga: Video Diduga Kayes TikTok Viral di Media Sosial, Netizen: Ditunggu Klarifikasinya

“Sebab pengampunan Allah kepada hamba-Nya sebanding dengan besarnya dosa hamba-Nya,” ujar Abu Nawas kalem. Orang ketiga itupun merasa puas argumen tersebut. Ketiga orang itu pun lalu beranjak pergi

Si murid yang suka bertanya kontan berujar mendengar kejadian itu. “Mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan tiga jawaban yang berbeda,” katanya tidak mengerti.

Abu Nawas tersenyum. “Manusia itu terbagi atas tiga tingkatan, tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati,” jawab Abu Nawas.

“Apakah tingkatan mata itu?” tanya si murid.

“Seorang anak kecil yang melihat bintang di langit, ia akan menyebut bintang itu kecil karena itulah yang tampak di matanya,” jawab Abu Nawas memberi perumpamaan.

“Lalu apakah tingkatan otak itu?” tanya si murid lagi.

“Orang pandai yang melihat bintang di langit, ia akan mengatakan bahwa bintang itu besar karena ia memiliki pengetahuan,” jawab Abu Nawas.

“Dan apakah tingkatan hati itu?” Tanya si murid lagi.

“Orang pandai dan paham yang melihat bintang di langit, ia akan tetap mengatakan bahwa bintang itu kecil sekalipun ia tahu yang sebenarnya bintang itu besar, sebab baginya tak ada satupun di dunia ini yang lebih besar dari Allah SWT,” jawab Abu Nawas sambil tersenyum.

Baca Juga: Twibbon HUT ke 77 RI dengan Kompilasi Desain Semangat Perjuangan Cocok untuk Semarak 17 Agustus 2022

Si murid pun mafhum. Ia lalu mengerti mengapa satu pertanyaan bisa mendatangkan jawaban yang berbeda-beda. Tapi si murid itu bertanya lagi.

“Wahai guruku, mungkinkah manusia itu menipu Tuhan?” tanyanya. “Mungkin,” jawab Abu Nawas santai menerima pertanyaan aneh itu. “Bagaimana caranya?” tanya si murid lagi.

“Manusia bisa menipu Tuhan dengan merayu-Nya melalui pujian dan doa,” ujar Abu Nawas.

“Kalau begitu, ajarilah aku doa itu, wahai guru,” ujar si murid antusias.

“Doa itu adalah, “Ialaahi lastu lil firdausi ahla, Wala Aqwa alannaril Jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzambil adzimi.” (Wahai Tuhanku, aku tidak pantas menjadi penghuni surga, tapi aku tidak kuat menahan panasnya api neraka. Sebab itulah terimalah tobatku dan ampunilah segala dosa-dosaku, sesungguhnya Kau lah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar).

Banyak orang yang mengamalkan doa yang merayu Tuhan ini.

Baca Juga: Sinopsis Film John Wick 3 Parabellum, Tayang Malam Ini di Bioskop Trans TV

Demikian ulasan mengenai cerita pendek tentang kesufian Abu Nawas dalam menjelaskan lebih utama mengerjakan dosa kecil atau besar.***

Editor: Rosma Nur Riana

Tags

Terkini

Terpopuler