Ngeri! Begini Cerita Lengkap Versi Widya Tentang Detik-detik Ayu dan Bima Sekarat di Desa Penari

18 Mei 2022, 17:30 WIB
Menegangkan! Inilah Cerita Lengkap Versi Widya Tentang Detik-detik Ayu dan Bima Sekarat dan KKN Dibubarkan /@kknmovie

UTARA TIMES - Simak informasi mengenai cerita lengkap versi Widya tentang detik-detik Ayu dan Bima sekarat. Peristiwa yang terjadi pada cerita KKN di Desa Penari itu disaksikan oleh seluruh peserta KKN dan warga sekitar.

Cerita detik-detik Ayu dan Bima pada kisah KKN di Desa Penari menjadi salah satu kejadian yang menegangkan.

Bagaimana tidak, berdasarkan uraian cerita yang disebut SimpleMan, Ayu dan Bima terkapar tak berdaya dengan keadaan mata terbuka dan mulut menganga.

 Simak cerita lengkap versi Widya tentang detik-detik Ayu dan Bima sekarat berikut ini.

Baca Juga: Ini Kronologi Lengkap Kematian Bima dan Ayu Dalam Cerita Asli KKN di Desa Penari, Bikin Merinding!

ketika Widya melihat rumah penginapan mereka, Widya melihat banyak sekali orang berkumpul disana, dan saat mata mereka melihat Widya, semuanya hampir tercengang tidak habis pikir. seperti melihat hantu, lalu, terlihat dari dalam, pak Prabu keluar, wajahnya, mengeras melihat Widya

mata pak Prabu mendelik, melihat Widya. "tekan ndi ndok?" (darimana kamu nak) Widya tidak menjawab apa yang pak Prabu tanyakan, si ibuk juga menenangkan pak Prabu agar tenang, sembari menggiring Widya masuk ke rumah, Widya mendengar Nur menjerit, menangis, seperti kesetanan.

saat Widya masuk dan melihat apa yang terjadi, Widya melihat ruangan itu di penuhi orang yang duduk bersila, mereka mengelilingi 2 orang yang terbujur, tubuhnya di tutup selendang, di ikat dengan tali putih, menyerupai kafan, Wahyu dan Anto menatap kaget saat Widya masuk.

"Wid, tekan ndi awakmu?" (darimana kamu Wid?) ucap Nur yang langsung memeluk Widya. "onok opo iki Nur?" (ada Apa ini Nur) Nur menutup mulutnya, tidak tau harus memulai darimana, sampai Wahyu berdiri, "Ayu Wid, Nur lihat Ayu, tiba-tiba terbujur kaku, matanya tidak bisa di tutup"

Widya mendekati Ayu, di sampingnya ada Bima, ia terus menerus menendang-nendang dalam posisi terikat itu, layaknya seseorang yang terserang epilepsi, matanya kosong melihat langit-langit, mereka berdua terbaring tidak berdaya, sontak Widya ikut menjerit sebelum ada yg menenangkan

dari Pawon, mbah Buyut keluar, ia melihat Widya kemudian memanggilnya. "sini ndok, Mbah jek tas gawe kopi" (sini nak, si mbah baru saja selesai membuat kopi) mbah Buyut, duduk di kursi kayu yang ada di pawon, ia melihat Widya lama, kemudian mengatakanya. "Koncomu wes kelewatan"

Baca Juga: EDISI LENGKAP! Begini Asal Mula Kemunculan Badarawuhi, Sosok dalam Cerita KKN di Desa Penari

"Pripun mbah?" (bagaimana mbah?) "yo opo rasane di kerubungi demit sa'alas?" (bagaimana rasanya di kelilingi makhluk halus satu hutan?) Mbah Buyut masih mengaduk kopinya, memandang Widya yang tampak mulai kembali kesadaranya, "nyoh, di ombe sek" (nih, di minum dulu)

Widya menyesap kopi dari mbah Buyut, tiba-tiba rasa pahit yang monohok membuat tenggorokan Widya seperti di cekik, membuat Widya memuntahkanya, begitu banyak muntahan air liur Widya yang keluar, ia melihat mbah Buyut yang tampak mengangguk. seperti memastikan.

"koncomu, ngelakoni larangan sing abot, larangan sing gak lumrah gawe menungso opo maneh bangsa demit" (temanmu, melakukan pantangan yang tidak bisa di terima manusia, apalagi bangsa halus) kata mbah Buyut sembari geleng kepala. "paham ndok" (paham nak) Widya mengangguk.

"Sinden sing di garap, iku ngunu, Sinden kembar, siji nang cidek kali, siji'ne nang enggon sing mok parani wingi bengi" (Sinden yang kamu kerjakan, itu kembar, satu di dekat sungai, satu yang kemarin malam kamu datangi) "eroh opo iku sinden?" (tahu kegunaan Sinden?)

"mboten mbah" (tidak tahu mbah) "Sinden ku, enggon adus'e poro penari sak durunge tampil. nah, Sinden sing cidek kali, gak popo di garap, tapi, sinden sing sijine, ra oleh di parani, opo maneh sampe di gawe kelon"

(Sinden itu tempat mandinya para penari sebelum tampil, nah, sinden yang di dekat sungai tidak apa-apa di kerjakan, tapi, sinden yang satunya, tidak boleh di datangi, apalagi di pakai kawin)

"Widya ngerti, sopo sing gok Sinden iku?" (Widya tahu siapa yang ada di sinden itu) Widya diam lama, sebelum mengatakanya. "Ular mbah" "nggih. betul" "sing mok delok iku, ulo-anak'e Bima karo" (yg kamu lihat itu, adalah anaknya Bima sama) "Ular itu mbah" mbah buyut mengangguk

"iku ngunu, mbah sing kecolongan, Widya mek di dadekno Awu awu, ben si mbah ngawasi Widya, tapi mbah salah, koncomu iku sing ket awal wes di incer karo" (itu, mbah yang kecolongan, Widya cuam di jadikan pengalih perhatian, biar si mbah ngawasi kamu, tapi mbah salah, dari awal,

yang di incar sama) mbah Buyut diam lama, seperti tidak mau menyebut nama makhluk itu. " "ngantos, yo nopo mbah, Ayu kale bima saget mbalik?" (lalu bagaimana mbah, apa Ayu sama Bima bisa kembali?) "isok isok" kata mbah Buyut, "sampe balak'e di angkat"

"balak'e di angkat mbah" (bencananya di angkat) kata Widya, bingung. "Bima ambek Ayu wes kelewatan, sak iki, kudu nanggung opo sing di lakoni" (Bima sama Ayu sudah kelewatan, sekarang, dia harus menanggung apa yang dia perbuat) "Ayu sak iki, kudu nari, keliling Alas iki)

(Ayu sekarang harus menari mengelilingi Hutan ini) "sak angkule nari, sadalan-sadalan" (tampil, menari, di setiap jengkal tanah ini) "Bima mbah?" "Bima, yo kudu ngawini sing nduwe Sinden" (Bima ya harus mengawini yang punya Sinden) "Badarawuhi mbah" Mbah buyut kaget.

"oh ngunu" (oh begitu) "wes eroh jeneng'e" (sudah tahu namanya) "Badarawuhi, iku salah sijine sing jogo wilayah iki, tugas Badarawuhi iku nari, dadi bangsa lelembut iku yo seneng ndelok Badarawuhi iki nari, nah, sak iki, Ayu kudu nanggung tugas Badarawuhi nari"

(Badarawuhi itu salah satunya yang jaga di wilayah ini, tugasnya ya menari, jadi bangsa lelembut suka melihat tarian dari Badarawuhi, sekarang, Ayu harus menggantikanya) "Bima, kudu ngawini Badarawuhi, anak'e iku wujud'e ulo, sekali ngelahirno, isok lahir ewonan ulo"

(Bima harus mengawini Badarawuhi, anaknya itu berwujud ular, sekali melahirkan, bisa lahir ribuan ular) "salah kancamu, wes ngelakoni hal gendeng nang kunu, dadi kudu nanggung akibate" (salah temanmu sendiri, jadi sekarang mereka harus tanggung jawab)

"Badarawuhi iku ngunu ratune ulo, bangsa lelembut sing titisan aji sapto, balak'e ra isok di tolak opo maneh di mendalno, mene isuk, tak coba'e ngomong apik-apik'an, wedihku, koncomu ra isok balek orep2"

(Badarawuhi itu ratunya ular, bangsa lelembut yang sudah tak terbendung, kutukanya, gak bisa di tolak apalagi sampai di buang, besok pagi, biar tak coba ngomong baik-baik, takutnya, temanmu tidak bisa kembali hidup2)

lalu apa yang terjadi sama Ayu dan Bima? Pagi itu, serombongan mobil datang, mereka adalah keluarga sekaligus panitia KKN yang sudah mendengar semua ceritanya dari pak Prabu. Ayu masih terbaring, matanya melotot, namun tubuhnya masih seperti orang lumpuh. Bima, masih kejang2.

sebenarnya, proses penjemputan gak semudah yang bakal gw tulis, karena pihak keluarga Bima maupun Ayu, marah besar, mereka tidak terima anaknya di bikin seperti ini. bahkan pihak kampus juga kena, karena kasusnya benar-benar hampir di bawa ke media nasional,

Widya, Nur sampai harus mohon agar Ayu dan Bima di biarkan tetap tinggal disini, yang konon kata Mbah Buyut bisa saja balaknya di ambil sewaktu waktu, namun, dari pihak keluarga Ayu dan Bima, tidak mau lagi, mereka tetap membawa Ayu dan Bima, hasilnya?

Baca Juga: Terungkap! Alasan Kenapa Ayu Dikutuk Terus Menari dalam Kisah KKN di Desa Penari, Ternyata Karena Ini

Ayu hanya bisa tidur dengan mata terbuka terus menerus, Widya pernah di ceritain oleh ibunya, bahwa kadang, ia melihat mata Ayu meneteskan air mata, tapi, setiap di tanya, dia hanya diam, tak menjawab, Ayu akhirnya meninggal setelah 3 bulan di rawat. abangnya, merasa bersalah

sampai hampir mau mengamuk di desa itu, namun, pak Prabu pun sama, seharusnya sejak awal, saat Ayu memohon di ijinkan KKN disana, ia tegas menolak, alasanya, memang tempat itu tidak baik untuk di tinggali mereka yang masih bau kencur.

Bima?? bagaimana?? meninggal juga, Malam sebelum dia meninggal, Bima teriak minta tolong, tapi ketika ditanya, kenapa dan minta tolong apa? Bima berteriak ular, ular, ular, ia meninggal lebih dulu dari Ayu, tubuhnya di kebumikan, orang tuanya awalnya masih mau memperpanjang-

masalah ini sama pihak kampus, tapi akhirnya di cabut, dengan catatan, KKN tidak lagi di adakan di timur jawa lagi, sejak saat itu, kampus ini, hanya memperbolehkan KKN ke arah barat, tidak lagi timur, apalagi Desa yang jauh.

Demikianlah infomasi mengenai detik-detik Ayu dan Bima sekarat berdasarkan cerita versi Widya yang lengkap.***


 

Editor: Abdul Hamid

Tags

Terkini

Terpopuler