Widya tidak menjawab apa yang Pak Prabu tanyakan, si ibu juga menenangkan Pak Prabu agar tenang, sembari menggiring Widya masuk ke rumah, Widya mendengar Nur menjerit, menangis, seperti kesetanan.
Saat Widya masuk dan melihat apa yang terjadi, Widya melihat ruangan itu dipenuhi orang yang duduk bersila. Mereka mengelilingi 2 orang yang terbujur, tubuhnya ditutup selendang, diikat dengan tali putih, menyerupai kafan, Wahyu dan Anto menatap kaget saat Widya masuk.
"Wid, tekan ndi awakmu (dari mana kamu Wid)?" ucap Nur yang langsung memeluk Widya.
"Onok opo iki Nur (ada apa ini Nur)?"
Nur menutup mulutnya, tidak tahu harus memulai dari mana, sampai Wahyu berdiri.
"Ayu Wid, Nur lihat Ayu, tiba-tiba terbujur kaku, matanya tidak bisa ditutup"
Widya mendekati Ayu, di sampingnya ada Bima, ia terus menerus menendang-nendang dalam posisi terikat itu, layaknya seseorang yang terserang epilepsi. Matanya kosong melihat langit-langit, mereka berdua terbaring tidak berdaya, sontak Widya ikut menjerit sebelum ada yg menenangkan.
Dari pawon, mbah Buyut keluar, ia melihat Widya kemudian memanggilnya.
"Sini ndok, Mbah jek tas gawe kopi (sini nak, si mbah baru saja selesai membuat kopi)."