Awal Organisasi Pramuka di Indonesia ditandai dengan munculnya cabang milik Belanda dengan nama Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO) pada 1912 yang kemudian berubah nama menjadi Nederlands Indische Padvinders Vereniging (NIVP) pada 1916, di tahun yang sama Mangkunegara VII membentuk Organisasi Kepanduan pertama Indonesia dengan nama Javaansche Padvinder Organisatie (JPO).
Lahirnya JPO memicu gerakan nasional lainnya untuk membuat organisasi sejenis pada saat itu diantaranya Hizbul Wathan (HM) pada 1918, JJP (Jong Java Padvinderij) pada 1923, Nationale Padvinders (NP), Nationaal Indonesische Padvinderij (NATIPIJ), Pandoe Pemoeda Sumatra (PPS) dan dan penyatuan organisasi pandu diawali dengan lahirnya INPO (Indonesische Padvinderij Organisatie) pada 1926 sebagai peleburan dua organisasi kepanduan, Nationale Padvinderij Organisatie (NPO) dan Jong Indonesische Padvinderij Organisatie (JIPO).
Melihat semakin banyaknya organisasi pramuka milik Indonesia, Belanda melarang organisasi kepramukaan di luar milik Belanda menggunakan istilah Padvinder.
Oleh karena itu K.H Agus Salim memperkenalkan istilah “Pandu” atau “Kepanduan” untuk organisasi Kepramukaan milik Indonesia.
Dalam perjalanan sejarahnya organisasi kepanduan yang jumlahnya ratusan dibagi menjadi beberapa federasi.
Baca Juga: Peringati Hari Pramuka, Simak Makna Logo Hari Pramuka ke-60 Tahun 2021
Menyadari adanya kelemahan dari beberapa federasi tersebut maka dibentuklah PERKINDO (Persatuan Kepanduan Indonesia), namun juga terkendala karena kurangnya kekompakan antara anggota yang tergabung didalamnya.
Sehingga MPRS akhirnya berupaya untuk membenahi organisasi kepramukaan di Indonesia pada 1960.
Pada 9 Maret 1961 Presiden Soekarno mengumpulkan tokoh-tokoh dari gerakan kepramukaan indonesia, presiden mengatakan bahwa organisasi kepanduan yang ada harus diperbaharui.