7 Fakta Menggelitik Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dari Seragam Sitaan hingga Mobil Rampasan

- 14 Agustus 2022, 08:30 WIB
7 Fakta Menggelitik Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dari Seragam Sitaan hingga Mobil Rampasan
7 Fakta Menggelitik Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dari Seragam Sitaan hingga Mobil Rampasan /Tangkapan layar kanal YouTube Aliqul Channel

UTARA TIMES – Sejumlah fakta pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia jarang diketahui publik.

Menariknya fakta-fakta sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia itu tidak melulu berkaitan dengan hal-hal yang besar.

Sebagai negara baru yang mewarisi segudang persoalan dari penguasa sebelumnya, wajar jika fakta-fakta menggelitik berikut mengiringi proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Apa saja fakta-fakta itu? Berikut uraian yang diambil dari buku biografi Bung Karno yang berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams.

Baca Juga: Kumpulan Quotes Bung Karno Terbaru! Meriahkan Peringatan Hari Lahir Soekarno 6 Juni untuk Update Status WA, FB

1. Pesta pelantikan Bung Karno sebagai presiden
Sehari sesudah pembacaan Proklamasi kemerdekaan berlangsung pertemuan para pemimpin dari berbagai kelompok agama, sosial, suku, ekonomi, dan kependudukan.

Dalam pertemuan itu orang-orang yang hadir sepakat memilih Bung Karno sebagai presiden.

Ketika pertemuan itu berakhir, Bung Karno berjalan pulang. Di sebuah ruas jalan beliau bertemu seorang tukang sate yang bertelanjang kaki.

Saat itulah Bung Karno memanggil tukang sate itu dan menyampaikan perintah pertamanya sebagai seorang presiden, “Sate ayam lima puluh tusuk!”

Baca Juga: Terbaru! 19 Contoh Spanduk 17 Agustus 2022 Desain Terbaik dan Gratis, Siap Meriahkan Peringatan HUT RI ke 77

Bung Karno kemudian jongkok di dekat selokan dan tempat sampah lalu menyantap satenya dengan lahap.
“Itulah seluruh pesta perayaan terhadap kehormatan yang kuterima,” ujar Bung Karno sebagaimana ditulis oleh Cindy Adams.

2. Pertanda dari ayah Fatmawati: istana besar dan putih
Begitu sampai di rumah Bung Karno antusias menyampaikan kabar pengangkatan beliau sebagai presiden kepada Fatmawati istrinya.

Sang istri tidak terkejut. Pasalnya, tiga bulan sebelum meninggal dunia ayah Fatmawati berkata melihat sebuah pertanda.

Menurut ayahanda Fatmawati, tidak lama lagi putrinya itu akan tinggal di istana yang besar dan putih.

3. Mobil kepresidenan pertama adalah hasil rampasan
Salah seorang pemuda yang setia kepada Bung Karno menganggap sudah seharusnya seorang presiden memiliki mobil. Sudiro nama pemuda itu.

Baca Juga: 25 Pamflet Hari Pramuka 2022 Terbaik dari Desain Bingkai Foto Twibbon untuk Peringati Hari Pramuka 14 Agustus

Di Jakarta kala itu, mencari mobil yang bagus tidak mudah. Namun, Sudiro tahu ada sebuah mobil yang cukup layak digunakan sebagai mobil kepresidenan.

Mobil itu adalah Buick besar dengan gorden di jendela belakangnya. Mobil yang muat untuk tujuh orang itu adalah milik Kepala Jawatan Kereta Api, seorang warganegara Jepang.

Sudiro tidak gentar. Ketika mobil itu terparkir di sebuah garasi ia menemui supirnya dan tanpa basa-basi meminta kuncinya.

Si supir awalnya menolak, tapi setelah didesak akhirnya menurut.

Ia menyerahkan kunci mobil itu dan mengikuti saran Sudiro untuk kabur ke kampung halamannya di Jawa Tengah dan bersembunyi.

4. Tes injak kaki wartawan luar negeri
Pada saat konferensi pers pertama digelar di Jalan Pegangsaan Timur nomor 56 Jakarta, sejumlah wartawan asing tampak hadir.

Wartawan asing itu sangat agresif dan kurang sopan. Mereka mengajukan pertanyaan kepada Bung Karno sambil berkacak pinggang dan mengisap rokok.

Di antara mereka ada juga seorang wartawan Belanda yang mengaku warganegara Amerika.

Baca Juga: 5 Film tentang Kemerdekaan Indonesia, Ada yang Kontroversial dan Dilarang Beredar

Press officer saat itu adalah pelajar yang belum berpengalaman menghadapi wartawan. Ia juga tidak memiliki kejelian dalam memeriksa dokumen mereka.

Namun demikian, ia memiliki ide untuk memastikan apakah wartawan-wartawan itu dari Belanda atau negara lain. Ide itu adalah menginjak satu-satu kaki mereka.

Kalau mereka berteriak “Ouh!” berarti mereka orang Amerika atau Inggris. Tapi kalau mereka berteriak “Ow!” maka mereka adalah orang Belanda.

5. Seragam tentara adalah hasil sitaan pasukan asing
Pada tanggal 5 Oktober 1945 Tentara Keamanan Rakyat lahir. Saat awal-awal dilakukan perekrutan tentara standar penilaiannya sangat sederhana.

Orang yang mendaftarkan diri dengan membawa 10 anak buah diberi pangkat kopral. Jika membawahi 20 orang dia menjadi sersan.

Jika seseorang mendaftarkan diri sambil membawa sejumlah senapan dan granat selundupan maka otomatis menjadi perwira.

Karena situasi perang, seragam tentara itu berbeda-beda. Menyesuaikan tentara mana yang mereka sita seragamnya.

Sebagian memakai seragam tentara Belanda. Sebagian lagi memakai topi kain dan baju lengan pendek milik tentara Australia.

Yang lain lagi memakai seragam tentara Jepang, lengkap dengan tanda pangkat dan pedang katana.

6. Tentara muda yang mengejutkan Bung Karno
Ketika Surabaya membara Bung Karno diminta membantu tentara Inggris untuk menenangkan keadaan.

Menggunakan jip, Bung Karno dan Bung Hatta berkeliling Surabaya menemui kelompok-kelompok pejuang dan memberikan pengertian agar mereka menahan diri.

Karena situasi mencekam, pejuang-pejuang itu enggan meletakkan senjata. Betapapun yang mereka temui adalah Bung Karno dan Bung Hatta.

Kedua tangan mereka siaga. Senapan mereka terkokang. Padahal banyak di antara mereka yang masih muda dan tidak familiar dengan senapan.

Karena hari itu mereka berhadapan dengan presidennya, beberapa di antara mereka gugup dan gelisah.

Seorang anak muda berusia 16 tahun yang terlalu antusias menyambut Bung Karno tidak sadar di mana meletakkan telunjuk tangannya.

Ketika Bung Karno sedang berbicara tiba-tiba senapan itu menyalak dan membuat kaget semua orang, termasuk Bung Karno.

7. Bung Karno menyamar sebagai kuli dan belagak pincang

Setelah memproklamasikan kemerdekaan keselamatan Bung Karno terancam. Beberapa kali tentara NICA memasang perangkap untuk membunuhnya.

Malam hari adalah saat yang paling rawan. Jika jam dinding menunjukkan pukul enam sore jalanan menjadi sepi.

Itu sebabnya, Bung Karno harus menyamar kapan pun terdesak suatu keperluan di waktu malam.

Kadang beliau menyaru supir mobil, kadang berpakaian laiknya kuli lengkap dengan sarung dan blangkon.

Bung Karno mengaku sering berjalan pincang hanya untuk mengelabui serdadu NICA.

Demikian fakta-fakta menggelitik pasca Proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Meski tidak menjadi bagian utama perjalanan sejarah bangsa, fakta-fakta tersebut perlu kita ketahui untuk menghormati jasa para pahlawan.***

Editor: Anas Bukhori


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah