6 Pertimbangan fatwa MUI Mengenai Vaksinasi Tidak Akan Membatalkan Puasa, Simak Penjelasannya

18 Maret 2021, 21:36 WIB
Ilustrasi vaksinasi /Pixabay/

UTARA TIMES – Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan peraturan mengenai vaksinasi yang akan dilakukan pada bulan Ramadhan.

Fatwa MUI yang mengatur tentang vaksinasi saat berpuasa tidak akan membatalkan puasa sesorang.

Fatwa MUI diputuskan berdasarkan beberapa pertimbangan. Berikut pertimbangan yang digunakan fatwa MUI untuk menjelaskan bahwa vaksinasi di bulan Ramadhan tidak akan membatalkan puasa kaum muslim.

Baca Juga: Simak 4 Rekomendasi Fatwa MUI Agar Vaksinasi Injeksi Intramuskular Tidak Batalkan Puasa

1. Sesuatu yang masuk lewat rongga yang lazim seperti mulut, kubul dan dubur.

Fatwa MUI ini berdasarkan pertimbangan dari pendapat Ibnu al-Hammam al-Hanafi dalam kitab Fathu al-Qadir (2/330)

“Ungkapan ‘Dan jika memakai celak maka tidak membatalkan puasa’ baik tenggorokannya dapat merasakan suatu makanan atau tidak, karena zat yang berada di tenggorokannya adalah sisa-sisa yang masuk lewat pori-pori. Sedangkan yang membatalkan puasa adalah sesuatu yang masuk lewat rongga yang terbuka seperti jalan masuk ke tubuh atau jalur keluar darinya, dan bukan dari pori-pori”

2. Sesuatu yang masuk ke perut lewat rongga yang terbuka dengan sengaja dan dalam keadaan sadar.

Baca Juga: UPDATE Harga Cabai Rawit di Pasar Wilayah Jawa Barat 18 Maret 2021

Fatwa MUI ini berdasarkan pertimbangan dari pendapat al-Rafi’i yang dinukil oleh al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ (6/313)

“Imam Rafi’i berkata: ulama-ulama Syafiyah memberikan batasan (dhabit) bahwa sesuatu yang masuk ke perut yang membatalkan puasa adalah sesuatu yang masuk dari luar lewat rongga yang terbuka dengan sengaja dan dalam keadaan tidak lupa sedang berpuasa”

3. Sesuatu yang sampai pada perut itu terasa bermanfaat sebagai nutrisi bagi badan (makanan datau minumam)

Fatwa MUI ini berdasarkan pertimbangan dari pendapat Imam al-Ramli dalam kitab Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj (3/165)

Baca Juga: Masih Tinggi! Harga Cabai Rawit Merah Tembus 150 Ribu Per Kilogram di Jakarta

“Disyaratkan adanya sesuatu kekuatan di dalam perut yang menghantarkan sesuatu yang masuk menjadi nutrisi ataupun obat. Karena, jika tidak ada yang menghantarkannya, maka badan tidak merasakan adanya nutrisi atau sesuatu yang bermanfaat baginya, maka menyerupai sesuatu yang sampai ke selain perut”

4. Masuknya sesuatu ke saluran perut melalui rongga badan yang terbuka sedangkan minyak oles, celak atau air sebab mandi masuk lewat pori-pori tidak membatalkan puasa.

Fatwa MUI ini berdasarkan pertimbangan dari pendapat Ibnu Hajar al-haitami dalam kitab al-Minhaj al-Wawim Syarh al-Mukoddimah al-Hadramiyah (246)

Baca Juga: TAKJUB! Inilah Beberapa Fenomena Astronomi yang Akan Terjadi di Bulan Maret 2021

“Rukun keempat, menahan dari masuknya sesuatu ke perut, seperti telinga bagian dalam dan saluran kandung kemih, dengan syarat masuknya lewat rongga badan yang terbuka. Sesuatu yang terserap masuk melalui pori-pori seperti minyak oles, celak dan sebab air mandi tidak membatalkan puasa”

5. Obat yang masuk ke dalam daging tidak membatalkan puasa.

Fatwa MUI ini berdasarkan pertimbangan dari pendapat pendapat Imam al-Nawawi dalam kitab Raudlatu al-Thaliban wa Umdatu al-Mufin (2/358)

“Jika obat dimasukkan ke dalam daging betis atau dimasukkannya obat melalui pisau sehingga sampai pada otak, maka puasanya tidak batal karena tempat tersebut tidak termasuk bagian dari perut. Jika seseorang mengolesi kepalanya atau perutnya dengan minyak dan minyak tersebut sampai pada rongga perut melalui pori-pori, maka tidak batal puasanya, karena masuknya tidak melalui rongga badan yang terbuka, sebagaimana tidak batal puasa seseorang yang mandi dan menyelam air, meskipun pengaruh air tersebut sampai pada bagian dalam badannya.”

Baca Juga: Fenomena Astronomi di Bulan Maret 2021: Akan Ada Fenomena Apogee Bulan!

6. Memasukan sesuatu lewat dubur

Fatwa MUI ini berdasarkan pertimbangan dari pendapat para ulama mutaqaddimin. Pendapat ini mengacu pada pendapat Imam Ahmad Al-Khatib al-Syarbini dalam kitan Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati alfadz al-Minhaj (5/127).

“(huqnah) yaitu seperti obat yang masuk lewat dubur atau kubul tidak menyebabkan seseorang menjadi mahram (menurut pendapat yang kuat) karena tidak dianggap nutrisi, karena huqnah tersebut berfungsi untuk melancarkan buang air besar. Pendapat kedua, huqnah tersebut menyebabkan kemahraman sebagaimana hal tersebut membatalkan puasa.”

Selain itu pendapat Muhammad al-Mukhtamar al-Syinqithi dalam kitab Syarh Zad al-Mustaqni’ (4/103) dipakai menjadi acuan untuk membuat Fatwa MUI.

Baca Juga: Terkait Kematian Peserta Diksar Mapala, Reskrim Polres Bone Tetapkan 16 Mahasiswa STAIN Bone Sebagai Tersangka

“Ungkapan (atau huqnah) seperti memasukan sesuatu ke dubur. Mereka berpendapat bahwa itu membatalkan puasa, karena sesuatu yang dimasukan tersebut sampai pada lambung dan sesorang dapat merasakan makanan serta dapat dirasakan adanya obat dan proses penyembuhan.

Itulah beberpa pertimbangan Fatwa MUI yang menjelaskan vaksinasi yang membatalkan puasa.***

Editor: Nur Umar

Sumber: MUI

Tags

Terkini

Terpopuler