6 Pilihan Cara secara Konstitusional, Jika Masyarakat Menolak Omnibus Law

31 Oktober 2020, 17:57 WIB
Ilustrasi Omnibus Law /Klikseleb/

 

UTARA TIMES- UU Ombinus law Cipta Kerja yang di niatkan Presiden Jokowi Untuk membuka lapangan pekerjaan memenuhi pro dan kontra.

Menurut keterangan pemerintah bahwa UU Omnibus Law memiliki tujuan yakni menarik investasi- investasi sebanyak banyaknya ke dalam negeri, guna membuka lapangan pekerjaan seluas luasnya, sekaligus memudahkan pBaca Juga: Dengan Cara Daring dan Luring Festival Cangget Terus Berjalanroses perizinan segala bidang.

Kendati demikian dalam perjalanannya, Omnibus law tersebut dibuat secara tergesa-gesa, Dalam waktu 8 bulan 14 hari melibatkan beberapa orang pengusaha dan pejabat negara, sebagaimana dilansir dari pikiran-rakyat.com, Sabtu 31 Oktober 2020.

Tahap pembuatannya menurut keterangan tidak transparan, Menyalahi prosedur oembuatan Undang-undang.

Proses pembahasannya juga tidak melibatkan partisipasi masyarakat luas dan tidak melalui kahian akademis.

Undang Undang tersebut akhirnya memunculkan rasa khawatir dari sebagain besar masyarakat indonesia.

Muncul penolakan-penolakan terutama dari kalangan mahasiswa, buruh dan kalangan pemuka agama serta cendekiawan di berbagai daerah di seluruh Indonesia.

Bila Presiden tidak mencabut atau tidak mengeluarkan Perppu sebagai pengganti UU CK, maka seluruh rakyat mempunyai kewajiban untuk mengawasi dan mengkritisi penerapannya, sehingga tidak merugikan bangsa dan negara Indonesia.

Erman sulaeman Pengamat Kebijakan Publik

Hal tersebut disampaikan pengamat kebijakan publik Eman Sulaeman Nasim, dilansir dari Pikiran Rakyat.com Ketika membacakan kesimpulan Webinar yang bertema “Antisipasi Penandatanganan UU Cipta Kerja: Alternatif Solusi”. Webinar diselenggarakan oleh Forum Perguruan Tinggi seluruh Indonesia (FAPI). 

Apa yang dapat dilakukan masyarakat yang menolak UU Cipta kerja ini, jika sampai 4 November 2020 mendatang, Presiden tidak juga menunda atau mengeluarkan Perppu? Menurut anggota Komisi I DPRD DKI Jakarta, Heru Susetyo masyarakat atau rakyat Indonesia memiliki 6 pilihan cara yang konstitusional. 

Baca Juga: Polda Metro Jaya Siapkan Skema Arus Balik Masyarakat Saat Liburan cuti bersama

“Pertama, mendesak DPR RI melakukan legislative review. Minta DPR RI untuk mengkaji kembali UU ini. Namun saya pesimis jika DPR RI mau melakukan Langkah ini. Sebab, hanya 2 fraksi yang menolak pengesahan UU Cipta kerja. Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Mereka tidak mungkin mereview atas apa yang telah mereka lakukan,” papar Heru Susetyo.

Cara kedua adalah meminta DPR RI melakukan amandemen yakni mencabut atau merubah keseluruhan atau Sebagian dari pasal pasal UU CK. 

Sedangkan cara yang ketiga adalah mengawal peraturan peraturan yang menjadi turunan dari UU CK berupa, peraturan pemerintah  (PP). Mengingat UU ini melewati banyak wilayah dan mengganti banyak UU yang sudah ada, maka diperlukan 33 PP. 

Dua cara ini pun bagi Heru Susetyo pesimis bisa dilakukan oleh DPR RI maupun pemerintah dan masyarakat. Mengingat masih banyak UU di luar UU CK yang sudah lama disahkan namun belum memiliki PP. 

“Jika PP ditargetkan sebelum Presiden Jokowi turun dari kekuasaannya, maka pembuatan 33 PP ini membuat menteri menteri terkait, tergopoh-gopoh membuat PP. Dan pembuatan PP ini berarti akan dikebut juga karena harus kejar tayang. Otomatis, akan minim partisipasi publik dan kecil kemungkinan meminta pendapat masyarakat. Saya yakin pemerintah tidak akan meminta pendapat masyarakat secara umum. Partisipasi masyarakat pasti dikesampingkan,” papar Ketua pusat kajian Islam dan hukum Islam FHUI ini.

Cara yang keempat yang dapat dilakukan masyarakat yang menolak UU CK adalah dengan terus mengawasi dan mengkritisi penerapan dari UU CK. Sehingga pasal- pasal yang membahayakan dan merugikan masyarakat tidak merugikan masyarakat bangsa dan negara.

Sedangkan cara konstitusional yang ke lima adalah mengajukan uji materil  dan formil  ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga: Amir Syarifoeddin, Berikut satu Quotesnya Tentang Arti Kebahagian

“Namun cara ini pun saya  tetap pesimistis. Sebab, hakim MK itu ada 9 orang, 3 hakim diusulkan oleh DPR RI. 3 hakim diusulkan oleh pemerintah. Sisanya dari Mahkamah Agung. Meskipun Hakim MK harusnya bersifat netral dan objektif, rasanya, mereka tidak akan mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan lembaga yang mengusulkannya. DPR RI dan pemerintah jelas mereka yang mengusulkan dan mengesahkan UU omnibus law. Tidak mungkin hakim MK yang diusulkan DPR RI dan Pemerintah akan membuat keputusan yang bertentangan dengan lembaga yang mengusulkannya,” papar Manajer Riset dan Publikasi FHUI. 

Sementara cara yang keenam adalah dengan terus mendesak Presiden untuk segera mengeluarkan Perpu pengganti UU omnibus law. Meskipun presiden Jokowi sendiri berulang kali menyampaikan tidak akan mengeluarkan Perpu untuk membatalkan atau mengganti UU CK.

Baca Juga: Benarkah Mengunci Setang Motor Kearah Kanan Membuat Maling Kesulitan?

Sedangkan, pembicara lainnya masing-masing Indra Lesmana dari Universitas Andalas menyampaikan, sebaiknya masyarakat melakukan  mosi tidak percaya kepada DPR RI dan pemerintah karena telah mengeluarkan UU yang merugikan bangsa Indonesia. Mosi tidak percaya dapat disampaikan dan dilakukan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI). Sehingga pada akhirnya bisa melakukan pemilu yang dipercepat.

Sementara pembicara wakil dari alumni Universitas Brawijaya Malang, Utari Sulistyowati berpendapat, sebaiknya para tokoh dan guru bangsa berkumpul menemui Presiden Jokowi dan para Menko dan Ketua DPR RI, agar menari UU CK tersebut. Karena UU tersebut mengkhawatirkan dan membahayakan kelangsungan negara dan bangsa jangka pendek dan jangka Panjang.

Ketua Dewan Pertimbangan FAPI Dodi Haryadi UU CK menimbulkan kecemasan sosial. Dia mengkhawatirkan, apabila presiden tidak mengeluarkan Perpu pengganti UU CK dan otomatis UU CK berlaku mulai 4 November 2020 akan menimbulkan gelombang  protes dari masyarakat yang semakin besar.  Bila ini yang terjadi, tujuan UU CK dibuat menarik investor akan gagal. Investor malah akan ketakutan.

“Semua bisa kita lakukan, asalkan dalam koridor hukum. Tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku di negara kita. Soal hasil kita serahkan pada Allah SWT,” timpal Heru Susetyo, menanggapi usulan dari dua pembicara lainnya.***

 

Artikel ini sebelumnya pernah tayang di pikiranrakyat.com dengan judul omnibus-law-cipta-kerja-berlaku-masyarakat-dapat-lakukan-6-cara-konstitusional

Editor: Anas Bukhori

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler