Cerita Pendek : Merayu Tuhan dengan I’tiraf Ilahilas Tulil Firdausi Ahla Karya Abu Nawas

- 4 Agustus 2022, 03:45 WIB
Cerita Pendek : Merayu Tuhan dengan I’tiraf Ilahilas Tulil Firdausi Ahla Karya Abu Nawas
Cerita Pendek : Merayu Tuhan dengan I’tiraf Ilahilas Tulil Firdausi Ahla Karya Abu Nawas /Tangkapan layar YouTube Abot Story

UTARA TIMES - Diketahui dalam cerita pendek ini sosok Abu Nawas bukan hanya terkenal sebagai orang yang cerdas yang selalu bisa menemukan jawaban atau jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi namun ia juga terkenal dengan kesufiannya.

Terbukti dengan syair I’tiraf Ilahilas Tulil Firdausi Ahla yang ia ciptakan, dalam cerita pendek ini akan membahas tentang kisah munculnya syair I’tiraf tersebut.

Berikut ini cerita pendek tentang Kesufian Abu Nawas yang menciptakan syair I’tiraf Ilahilas Tulil Firdausi Ahla untuk merayu Tuhan, untuk mengetahuinya baca ceritanya dalam ulasan ini.

Dalam cerita pendek kali mengenai Abu Nawas tidak selalu bersikap konyol, kadang-kadang timbul kedalaman hatinya yang merupakan bukti kesufian dirinya, dalam hal ini juga telah menciptakan syair I’tiraf yang sekarang banyak diamalkan banyak orang.

Pada praktiknya dalam cerita pendek dikisahkan Abu Nawas sedang dalam kesempatan mengajar, ia akan memberikan jawaban-jawaban yang berbobot sekalipun ia tetap menyampaikannya dengan ringan.

Baca Juga: KALENDER JAWA Hari Ini 4 Agustus 2022 Lengkap Penjelasan Weton Kamis Pahing, Hari Naas dan Hari Keberuntungan

Hingga seorang murid Abu Nawas ada yang sering mengajukan macam-macam pertanyaan. Tak jarang ia juga mengomentari ucapan-ucapan Abu Nawas jika sedang memperbincangkan sesuatu.

Untuk lebih jelas berikut Utara Times sajikan cerita pendek tentang kesufian Abu Nawas yang juga menciptakan syair Ilahilas Tulil Firdausi Ahla untuk merayu Tuhan

Diketahui cerita pendek Ini bermula saat Abu Nawas menerima tiga orang tamu yang mengajukan beberapa pertanyaan kepada Abu Nawas.

“Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?” ujar orang yang pertama.

Baca Juga: Joko Anwar Ungkap Lokasi Syuting Pengabdi Setan 2: Communion, Sudah 15 Tahun Tidak Berpenghuni!

“Orang yang mengerjakan dosa kecil,” jawab Abu Nawas.

“Mengapa begitu,” kata orang pertama mengejar.

“Sebab dosa kecil lebih mudah diampuni oleh Allah,” ujar Abu Nawas. Orang pertama itupun manggut- manggut sangat puas dengan jawaban Abu Nawas.

Giliran orang kedua maju. Ia ternyata mengajukan pertanyaan yang sama, “Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?” tanyanya.

“Yang utama adalah orang yang tidak mengerjakan keduanya,” ujar Abu Nawas.

“Mengapa demikian?” tanya orang kedua lagi.

Baca Juga: Cerita Pendek : Kesufian Abu Nawas dalam Menjelaskan Perkara Dosa Kecil dan Besar

“Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu pengampunan Allah sudah tidak diperlukan lagi,” ujar Abu Nawas santai. Orang kedua itupun manggut-manggut menerima jawaban Abu Nawas dalam hatinya.

Orang ketiga pun maju, pertanyaannya pun juga seratus persen sama. “Manakah yang lebin utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?” tanyanya.

“Orang yang mengerjakan dosa besar lebih utama,” ujar Abu Nawas.

“Mengapa bisa begitu?” tanya orang ketiga itu lagi.

“Sebab pengampunan Allah kepada hamba-Nya sebanding dengan besarnya dosa hamba-Nya,” ujar Abu Nawas kalem. Orang ketiga itupun merasa puas argumen tersebut. Ketiga orang itu pun lalu beranjak pergi

Si murid yang suka bertanya kontan berujar mendengar kejadian itu. “Mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan tiga jawaban yang berbeda,” katanya tidak mengerti.

Baca Juga: Kalender Hijriyah Hari Ini Kamis Tanggal 4 Agustus 2022, Cek Informasi Lengkapnya Disini

Abu Nawas tersenyum. “Manusia itu terbagi atas tiga tingkatan, tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati,” jawab Abu Nawas.

“Apakah tingkatan mata itu?” tanya si murid.

“Seorang anak kecil yang melihat bintang di langit, ia akan menyebut bintang itu kecil karena itulah yang tampak di matanya,” jawab Abu Nawas memberi perumpamaan.

“Lalu apakah tingkatan otak itu?” tanya si murid lagi.

“Orang pandai yang melihat bintang di langit, ia akan mengatakan bahwa bintang itu besar karena ia memiliki pengetahuan,” jawab Abu Nawas.

“Dan apakah tingkatan hati itu?” Tanya si murid lagi.

“Orang pandai dan paham yang melihat bintang di langit, ia akan tetap mengatakan bahwa bintang itu kecil sekalipun ia tahu yang sebenarnya bintang itu besar, sebab baginya tak ada satupun di dunia ini yang lebih besar dari Allah SWT,” jawab Abu Nawas sambil tersenyum.

Si murid pun mafhum. Ia lalu mengerti mengapa satu pertanyaan bisa mendatangkan jawaban yang berbeda-beda. Tapi si murid itu bertanya lagi.

Baca Juga: Prediksi Crystal Palace vs Arsenal di Liga Inggris Lengkap Head to Head, Kabar Tim, dan Susunan Pemain

“Wahai guruku, mungkinkah manusia itu menipu Tuhan?” tanyanya. “Mungkin,” jawab Abu Nawas santai menerima pertanyaan aneh itu. “Bagaimana caranya?” tanya si murid lagi.

“Manusia bisa menipu Tuhan dengan merayu-Nya melalui pujian dan doa,” ujar Abu Nawas.

“Kalau begitu, ajarilah aku doa itu, wahai guru,” ujar si murid antusias.

“Doa itu adalah, “Ialaahi lastu lil firdausi ahla, Wala Aqwa alannaril Jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzambil adzimi.” (Wahai Tuhanku, aku tidak pantas menjadi penghuni surga, tapi aku tidak kuat menahan panasnya api neraka. Sebab itulah terimalah tobatku dan ampunilah segala dosa-dosaku, sesungguhnya Kau lah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar).

Banyak orang yang mengamalkan doa yang merayu Tuhan ini.

Baca Juga: Crystal Palace vs Arsenal di Liga Inggris Disiarkan Dimana? Cek Siaran Langsungnya di Sini

Demikian ulasan mengenai cerita pendek tentang kesufian Abu Nawas yang menciptakan syair I’tiraf Ilahilas Tulil Firdausi Ahla untuk merayu Tuhan.***

Editor: Rosma Nur Riana


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah