Hal inilah yang mendorng para ulama untuk merumuskan hukum-hukum yang terkait dengan haid melalui referensi al-Qur’an dan Hadis.
Bahkan imam Syafi’i sampai melakukan penelitian kepada ratusan perempuan dalam daerah dan ekonomi yang berbeda untuk dapat menyimpulkan hukum-hukum terakit haid ini.
Baca Juga: Info BMKG: Cuaca Surabaya Hari Ini 3 Agustus 2021, Mayoritas Cerah
Selanjutnya, dalam kitab Fahul Qarib dijelaskan diharamkan perempuan yang haid melakukan 8 hal, yakni:
- Shalat
- Puasa
- Membaca al-Qur’an (ada riwayat yang memperbolehkan penghafal Qur’an membaca, dengan tujuan menjaga hafalan agar tidak lupa)
- Memegang Mushaf (Al-qur’an)
- Masuk masjid, karena khawatir akan tetesan darahnya.
- Thawaf
- Jima’ atau beretubuh melakukan hubungan suami-istri saat darah keluar sangat deras.
- Berkencan melakukan kesenangan antara pusar dengan lutut wanita (vagina). Diperbolehkan apabila hanya pada bagian pusar atau lutut saja.
Baca Juga: PPKM Resmi Diperpanjang, Wagub DKI Berharap Pandemi Covid-19 Akan Semakin Membaik
Darah haid paling sedikitnya keluar adalah “satu muncratan”/24 jam (sehari semalam), umumnya 7 hari 7 malam, dan paling banyak-banyaknya 15 hari 15 malam.
Mensucikannya dengan melakukan mandi besar, dan cara mendeteksi apakah sudah dikatakan suci dengan mencolekan kapas ke vagina, apabila warna kapas tidak berubah/persis dengan warna beningnya ludah berati sudah dikatakan suci, dan wajib segera melakukan mandi besar.
Selanjutnya, hukum mempelajari haid bagi wanita adalah fardlu ‘ain dan bagi laki-laki adalah fardlu kifayah.***