Tuai Kontroversi Usai Diteken Kemendikbud-Ristek, Ini Isi Permendikbud No 30 tahun 2021 yang Jadi Sorotan

- 14 November 2021, 17:20 WIB
Tuai Kontroversi Usai Diteken Kemendikbud-Ristek, Ini Isi Permendikbud No 30 tahun 2021 yang Jadi Sorotan
Tuai Kontroversi Usai Diteken Kemendikbud-Ristek, Ini Isi Permendikbud No 30 tahun 2021 yang Jadi Sorotan /Kemendikbud ristek/


UTARA TIMES- Permendikbud No 30 tahun 2021 yang belakangan ini menjadi kontroversi, dan menyita perhatian banyak orang.

Sebagaimana diketahui, Permendikbud No 30 Tahun 2021 tersebut berisi regulasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Tudingan berdatangan, di antaranya menilai bahwa aturan tersebut seakan melegalkan zina.

Kemendikbud-Ristek membantah soal tudingan yang diarahkan terhadap Permendikbud PPKS tersebut.
Lalu seperti apa isi Permendikbud No 30 tahun 2021 ini?

Baca Juga: Proses dan Syarat Terbentuknya Lembaga Sosial di Masyarakat

Permendikbud No 30 Tahun 2021 diteken oleh Mendikbud-Ristek, Nadiem Makarim. Ada beberapa pasal yang menjadi sorotan, yaitu:

Pasal 1 (ayat 14) tentang Kewajiban Pembentukan Satuan Tugas

14. Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang selanjutnya disebut Satuan

Tugas adalah bagian dari Perguruan Tinggi yang berfungsi sebagai pusat Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi.
Pasal 3 tentang Prinsip Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual

Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dilaksanakan dengan prinsip:

kepentingan terbaik bagi Korban

keadilan dan kesetaraan gender

kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi penyandang

disabilitas

akuntabilitas

Baca Juga: Pemain Liga Eropa Sudah Gabung Timnas Indonesia di Turki, Ini Sosoknya!

independen

kehati-hatian

konsisten

jaminan ketidakberulangan.

Pasal 5

(1) Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, non fisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

(2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi ataumelecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban

memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban

menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban
menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman

mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban

mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban.

mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban

menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban

mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;

Baca Juga: 5 Peran Daerah dalam Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia

membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau

mengancam korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban

memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual
menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk,

mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban

membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban

mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual

melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi

melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin

memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi

memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil;

membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.

(3) Persetujuan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal Korban:

1.memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya

2. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba; mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility), dan /atau mengalami kondisi terguncang.

Pro kontra Permendikbud No 30 Tahun 2021 yang dianggap melegalkan zina, ditanggapi Plt Dirjen Pendidikan Tinggi dan Ristek Nizam.

Menurutnya, peraturan tersebut dibuat untuk memastikan terjaganya hak warga negara atas pendidikan. Pasalnya, timbul keresahan mahasiswa hingga dosen soal kekerasan seksual di perguruan tinggi.

Dengan adanya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 ini, pada dasarnya dapat mengarahkan pimpinan perguruan tinggi untuk memberikan pemulihan atas hak-hak sivitas akademika yang menjadi korban kekerasan seksual.

Tujuan utamanya adalah agar korban dapat kembali berkarya dan berkontribusi di kampusnya dengan lebih aman dan optimal.

Demikian review isi Permendikbud No 30 tahun 2021 ini yang setelah diteken masih tuai kontroversi.***

Editor: Anas Bukhori


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah