Wah! KPK Temukan 16,7 Juta Orang Tanpa Nik Dan 1,06 juta NIK Ganda Di Data Bantuan Sosial

- 13 Januari 2021, 20:39 WIB
Menteri Sosial Tri Rismaharini (tengah) bersama Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron (kanan) dan  juru bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding (kiri) saat memberikan keterangan pers  usai mengunjungi  KPK, di Jakarta, Senin (11/1/2021). Kedatangan Risma ke KPK untuk berkoordinasi terkait hasil kajian pengelolaan bantuan sosial yang di lakukan KPK..  ANTARA FOTO/ Reno Esnir/hp.
Menteri Sosial Tri Rismaharini (tengah) bersama Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron (kanan) dan juru bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding (kiri) saat memberikan keterangan pers usai mengunjungi KPK, di Jakarta, Senin (11/1/2021). Kedatangan Risma ke KPK untuk berkoordinasi terkait hasil kajian pengelolaan bantuan sosial yang di lakukan KPK.. ANTARA FOTO/ Reno Esnir/hp. /RENO ESNIR/ANTARA

UTARA TIMES - KPK mendesak Kementrian Sosial (Kemensos) RI untuk memperbaiki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) karena masih banyak menemukan kisruh pendataan.

Diketahui, DTKS sendiri menjadi dasar pendataan dalam menentukan penerima bantuan sosial.

Hal itu disampaikan Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan dalam sebuah pertemuan di gedung KPK pada Senin, 11 Januari 2021 sebagaimana dikutip Utara times dari Jurnal Presisi.

Baca Juga: Shesar Susul Jojo dan Ginting ke Babak 16 Besar Yonex Thailand Open 2021

Baca Juga: Hasto Tegaskan Sikap Ribka Tjiptaning Soal Vaksinasi,'Negara Tidak Boleh Berbisnis Dengan Rakyatnya'

"KPK menemukan 16,7 juta orang tidak ada NIK (Nomor Induk Kependudukan), tapi ada di DTKS yang isinya ada 97 juta individu tapi 16 juta itu tidak yakin ada atau tidak orangnya. Jadi kami sampaikan dari dulu hapus saja 16 juta individu itu," kata Pahala.

Selain Pahala Nainggolan Risma pun bertemu dengan tiga pimpinan KPK yaitu Alexander Marwata, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango dan jajaran di Kedeputian Pencegahan.

Pertemuan itu merupakan koordinasi terkait surat rekomendasi KPK pada 3 Desember 2020 tentang penyampaian Kajian Pengelolaan Bantuan Sosial.

Baca Juga: Rekam Jejak Listyo Sigit Prabowo Yang Jadi Kandidat Tunggal KAPOLRI

Pahala mengusulkan bahwa mulai saat ini pendaatan didasarkan pada data yang ada di DTKS dengan mengacu data dari Dukcapil.

"Diganti saja dengan data dari Dukcapil (Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri), karena punya Kartu Keluarga tapi yang masuk ke DTKS hanya 1 orang, yaitu dia sendiri tapi anak istrinya tidak masuk. Jadi ada yang dihilangkan karena tidak ada NIK, tapi ada yang masuk karena tercatat di Dukcapil, namun hanya sendirian saja, jadi kami sepakat mempercepat pemadanan," ungkap Pahala.

Lebih lanjut, pendekatan ini digunakan karena pertimbangan Ditjen Dukcapil Kemendagri sangat kooperatif dan menawarkan pemadanan data secara daring.

Baca Juga: Pengedar Uang Palsu di Indramayu Terciduk

Pembaharuan secara otomatis bisa dilakukan jika terjadi perubahan data seperti kelahiran, kematian, menikah, cerai, keluar daerah atau masuk daerah.

"Selain 16 juta data tidak ada NIK, ada juga 1,06 juta NIK ganda dan kami lihat juga 234 ribu orang sudah meninggal masih ada di DTKS, itu hasil pemadanan Dukcapil berdasar kajian KPK," imbuh Pahala.

Pahala juga menyarankan agar DTKS bisa dilakukan secara online sehingga pemutakhiran data bisa secara real time, tidak perlu menunggu hitungan bulan.

Baca Juga: 5 Kesulitan Belajar Bahasa Inggris Sering Dialami Banyak Orang, Berikut Ini Solusinya!

"Jadi seharusnya 17 juta ini dipindahkan ke DTKS Kemensos maka DTKS rasanya akan lebih baik kualitasnya, Kami sepakat mendorong DTKS 'online' sehingga pendataan tidak harus per bulan tapi langsung 'real time'," tambah Pahala.

KPK menekankan 3 poin utama ini dalam pemadanan DTKS antara lain, Pertama, orang itu memiliki NIK, sehingga dapat dipastikan orang tersebut berada di Indonesia.

Kedua, orang kaya di dalam DTKS bisa keluar. Terakhir, orang miskin yang belum masuk DTKS bisa masuk.

Baca Juga: Asmara dan Keuangan Zodiak Gemini 13 Januari 2021: 'Jaga Jarak, Kegugupan Melanda!'

"Pemadanan data ini hanya mungkin kalau online di Dukcapil, jadi 97 juta data DTKS itu masih banyak PR yang diperbaiki.

Apalagi 97 juta data ini menjadi basis untuk penerima bantuan iuran BPJS Kesehatan dan ketahuan 600 ribu itu ada anggota TNI Polri PNS, jadi PR-nya masih banyak," ungkap Pahala.

KPK juga mengkritisi 3 program besar yang saat ini sedang bergulir untuk menanggulangi COVID-19, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dan dan Penerima Bantuan Iuran (PBI) ke BPJS kesehatan tidak menggunakan DTKS sebagai acuan.

Baca Juga: Hasto Tegaskan Sikap Ribka Tjiptaning Soal Vaksinasi,'Negara Tidak Boleh Berbisnis Dengan Rakyatnya'

"Misalnya 884 ribu penerima PKH justru tidak ada di DTKS, 1 juta keluarga penerima BPNT tidak ada di DTKS, 26,3 jt Penerima Bantuan luran Jaminan Kesehatan tidak berasal dari DTKS dan 10,3 juta jiwa yang terdaftar pada DTKS belum terdaftar BPJS Kesehatan," ungkap Pahala.

Berdasarkan DTKS yang terdaftar terkini, jumlah peserta Pekerja Penerima Upah Penyelenggara Negara (PPU PN) sebesar 600 ribu jiwa.

"Tiga unit besar ini datanya disinkronkan dong, kalau DTKS jadi rujukan artinya 97 juta orang atau berapapun nanti angka warga miskin nanti akan menentukan berbagai bansosnya," tambah Pahala.

Baca Juga: Berikut Deretan Pelangggaran Arief Budiman Sebagai Ketua KPU RI Sampai Diberhentikan Majelis DKPP

KPK mengapresiasi kinerja kemensos dalam pemutakhiran data selama ini, tinggal berkoordinasi dengan daerah-daerah untuk validitas datanya.

"Jadi Kemensos sudah lebih baik datanya, hanya harus kembalikan ke daerah benar tidak itu, Bu menteri sudah membuka interaksi dengan daerah," ujarnya.

Pendekatan ini, menurut Pahala lebih baik ketimbang pendekatan sentralisasi dalam perbaikan data senilai Rp1,45 triliun yang awalnya akan dilakukan Kemensos.

Baca Juga: Rekam Jejak Listyo Sigit Prabowo Yang Jadi Kandidat Tunggal KAPOLRI

"Kami sepakat sentralisasi data senilai Rp1,45 triliun tidak akan dilakukan karena ada universitas, dinas sosial dan bahkan dukcapil juga ada di daerah," pungkas Pahala.***

Editor: Abdul Hapid Badrudin

Sumber: Jurnal Presesi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah