" Kedepannya tinggal bagaimana kita mengedukasi aparat negara agar mampu membedakan mana kritik dan mana Tindakan penghinaan yang harus diproses kedalam kasus pidana." Katanya.
Mengetahui pendapat tersebut, Prof Zainal Arifin Mochtar memberikan sanggahan terhadap satatement Edward.
“Kita bisa belajar dari berbagai kasus, banyak laporan pengaduan dari seseorang dikatakan bukan merupakan pidana, namun bagi para aktivis yang lain pada hari itu juga langsung ditetapkan menjadi tersangka” Tanggapnya.
Ia mempermasalahkan tindakan aparat negara yang masih belum siap menangani kasus-kasus terkait RKUHP ini. Penafsiran pasal-pasal merupakan hal penting yang tak bisa disepelekan.
Melihat berbagai kasus salah tangkap karena kesalahan aparat menafsirkan kasus juga menjadi catatan penting bahwa sebenarnya RKUHP ini khususnya pasal yang berkaitan dengan pemerintah, belum siap diterapkan di Indonesia.
“Alih-alih menjadikan pidana sebagai solusi atas tindakan penghinaan presiden dan wapres, lebih baik dialihkan ke hukuman perdata saja” Ujar professor yang biasa disapa Ucheng tersebut.
“Yang paling berbahaya dari pasal-pasal kuasa negara adalah independensi aparat penegak hukum” ia menambahkan.
Pasalnya ia mengklaim banyak aparat yang belum bisa independent ketika dihadapkan dengan kasus yang menyeret presiden atau wakil presiden termasuk para atasan mereka.