Selain itu, orang tersebut juga akan melakukan dorongan seksual dengan memperlihatkan bagian vitalnya pada orang yang tidak dikenal atau fantasi yang mendorong ia melakukan hal tersebut, untuk mendapatkan kepuasan tersendiri.
Kondisi itu termasuk ke dalam gangguan paraphilia atau penyimpangan seksual. Jadi boleh dibilang pelaku ekhibisionis adalah termasuk orang yang sakit jiwa secara seksual. Dan itu bukan perilaku normal dari sisi apapun.
Penyimpangan ini seringkali meresahkan masyarakat. Memang sempat mencuat di berita dan media sosial mengenai segelintir kasus eksibisionis yang meresahkan masyarakat.
Para pelaku sengaja memamerkan alat vitalnya kepada korban, mulai dari tempat sepi hingga tempat umum yang relatif ada banyak orang.
Baca Juga: Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan : Inilah Daftar Tersangka yang Ditetapkan Polisi
Lantas bagaimana pandangan secara hukumnya? Melansir dari bphn.go.id., bahwa Indonesia sebagai negara hukum dengan menganut hukum tidak tertulis berupa tradisi, adat istiadat, hukum, dan budaya Timur yang menjunjung tinggi warisan leluhur yaitu dengan mengedepankan nila-nilai ahlak, etika, moral, kesopanan, kesusilaan dan kepantasan yang bersumber dari budaya bangsa sendiri.
Maka perilaku eksibisionis/bertelanjang adalah tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum baik tertulis maupun tidak tertulis (Pasal 2 UU No. 12 Tahun 2011).
Dari segi hukum positif yang berlaku di Indonesia, apakah perilaku eksibisionis/bertelanjang di muka umum termasuk pecabulan/pelecehan seksual?
Mengacu pada Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), maka perilaku seperti itu bukan termasuk katagori tindak pidana pencabulan/pelecehan seksual tetapi melanggar pidana kesusilaan dan pornografi.
Baca Juga: Sinopsis Gopi Hari Ini Jumat 7 Oktober 2022: Supriya Ditangkap Polisi, Bhavani Memberitahu Sesuatu