Pahala mengusulkan bahwa mulai saat ini pendaatan didasarkan pada data yang ada di DTKS dengan mengacu data dari Dukcapil.
"Diganti saja dengan data dari Dukcapil (Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri), karena punya Kartu Keluarga tapi yang masuk ke DTKS hanya 1 orang, yaitu dia sendiri tapi anak istrinya tidak masuk. Jadi ada yang dihilangkan karena tidak ada NIK, tapi ada yang masuk karena tercatat di Dukcapil, namun hanya sendirian saja, jadi kami sepakat mempercepat pemadanan," ungkap Pahala.
Lebih lanjut, pendekatan ini digunakan karena pertimbangan Ditjen Dukcapil Kemendagri sangat kooperatif dan menawarkan pemadanan data secara daring.
Baca Juga: Pengedar Uang Palsu di Indramayu Terciduk
Pembaharuan secara otomatis bisa dilakukan jika terjadi perubahan data seperti kelahiran, kematian, menikah, cerai, keluar daerah atau masuk daerah.
"Selain 16 juta data tidak ada NIK, ada juga 1,06 juta NIK ganda dan kami lihat juga 234 ribu orang sudah meninggal masih ada di DTKS, itu hasil pemadanan Dukcapil berdasar kajian KPK," imbuh Pahala.
Pahala juga menyarankan agar DTKS bisa dilakukan secara online sehingga pemutakhiran data bisa secara real time, tidak perlu menunggu hitungan bulan.
Baca Juga: 5 Kesulitan Belajar Bahasa Inggris Sering Dialami Banyak Orang, Berikut Ini Solusinya!
"Jadi seharusnya 17 juta ini dipindahkan ke DTKS Kemensos maka DTKS rasanya akan lebih baik kualitasnya, Kami sepakat mendorong DTKS 'online' sehingga pendataan tidak harus per bulan tapi langsung 'real time'," tambah Pahala.
KPK menekankan 3 poin utama ini dalam pemadanan DTKS antara lain, Pertama, orang itu memiliki NIK, sehingga dapat dipastikan orang tersebut berada di Indonesia.